Senin, 22 Desember 2014

MAKALAH FILSAFAT ILMU

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI             ii
BAB    I          PENDAHULUAN
1.    Latar Belakang Masalah .........................................................................................   1
2.    Rumusan dan Batasan Masalah...............................................................................   2
3.    Metodologi Penelitian.............................................................................................   3
4.    Tujuan Penulisan Makalah.......................................................................................   3
5.    Sistematika Penulisan Makalah...............................................................................   4
BAB    II         PEMBAHASAN
1.    Definisi Nominalis Realis Filsafat Ilmu ..................................................................   5
2.    Objek filsafat Ilmu .................................................................................................   11
3.    Fungsi Filsafat Ilmu  ...............................................................................................   14
4.    Substansi Filsafat Ilmu  ..........................................................................................   15
5.    Corak dan Ragam Filsafat Ilmu  ............................................................................   20
6.    Persamaan dan Perbedaan Filsafat Ilmu Dengan Ilmu Lainnya  ............................   20
7.    Tujuan dari Filsafat Ilmu  .......................................................................................   25
BAB    III       PENUTUP
1.    Kesimpulan..............................................................................................................   26
2.    Saran – Saran...........................................................................................................   28
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................   29
 
BAB    I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang Masalah
Manusia dikenal sebagai makhluk berfikir. Dan hal inilah yang menjadikan manusia istimewa dibandingkan makhluk lainnya. Kemampuan berpikir atau daya nalar manusialah yang menyebabkannya mampu mengembangkan pengetahuan berfilsafatnya. Dia mengetahui mana yang benar dan mana yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk, yang indah dan yang jelek. Secara terus menerus manusia diberikan berbagai pilihan. Dalam melakukan pilihan ini manusia berpegang pada filsafat atau pengetahuan.
Dengan berfilsafat manusia akan mampu mencintai kebijaksanaan, sehingga dengan hal itu manusia mampu menjadi insan yang sempurna, sebab dia bisa mengoptimalkan akal ini untuk berfikir.
Ciri – ciri dari filsafat adalah :
1.        Radikal, artinya berpikir sampai ke akar-akarnya, hingga sampai pada hakikat atau substansi yang dipikirkan.
2.        Universal, artinya pemikiran filsafat menyangkut pengalaman umum manusia. Kekhususan berpikir kefilsafatan menurut Jespers terletak pada aspek keumumannya.
3.        Konseptual, artinya merupakan hasil generalisasi dan abstraksi pengalaman manusia. Misalnya :Apakah Kebebasan itu ?
4.        Koheren atau konsisten (runtut). Koheren artinya sesuai dengan kaidah-kaidah berpikir logis.Konsisten artinya tidak mengandung kontradiksi.
5.        Sistematik, artinya pendapat yang merupakan uraian kefilsafatan itu harus saling berhubungan secara teratur dan terkandung adanya maksud atau tujuan tertentu.
6.        Komprehensif, artinya mencakup atau menyeluruh. Berpikir secara kefilsafatan merupakan usaha untuk menjelaskan alam semesta secara keseluruhan.
7.        Bebas, artinya sampai batas-batas yang luas, pemikiran filsafati boleh dikatakan merupakan hasil pemikiran yang bebas, yakni bebas dari prasangka-prasangka sosial, historis, kultural, bahkan relijius.
8.        Bertanggungjawab, artinya seseorang yang berfilsafat adalah orang-orang yang berpikir sekaligus bertanggungjawab terhadap hasil pemikirannya, paling tidak terhadap hati nuraninya sendiri.
Berpikir, meneliti dan menganalisa adalah proses awal dalam memperoleh ilmu pengetahuan. Dengan berpikir, seseorang sebenarnya tengah menempuh satu langkah untuk medapatkan pengetahuan yang baru. Aktivitas berpikir akan membuahkan pengetahuan jika disertai dengan meneliti dan menganalisa secara kritis terhadap suatu obyek.
Maka dari itu marilah kita berfikir dengan membahas bersama makalah Filsafat Ilmu ini yang membahas tentang : Definisi Nominalis Realis Filsafat Ilmu, Objek Filsafat Ilmu, Fungsi Filsafat Ilmu, Substansi Filsafat Ilmu, Corak dan Ragam Filsafat Ilmu, Persamaan dan Perbedaan Filsafat Ilmu dan Ilmu – Ilmu Lain dan Tujuan dari Filsafat Ilmu.
2.      Rumusan dan Batasan Masalah
Agar pembahasan kita berjalan secara sistematis, maka kami selaku tim penyusun membuatkan rumusan dan batasan masalah dalam makalah Filsafat Ilmu ini, berikut adalah rumusannya :
1)         Seperti Apakah Definisi Nominalis Realis Filsafat Ilmu itu ?
2)        Apa saja objek dari  Filsafat Ilmu itu ?
3)        Seperti Apakah Fungsi Filsafat Ilmu itu ?
4)        Apakah Substansi dari Filsafat Ilmu itu ?
5)        Seperti Apakah Corak dan Ragam Filsafat Ilmu itu ?
6)        Apa Persamaan dan Perbedaan Filsafat Ilmu dengan Ilmu – Ilmu Lain ?
7)        Apa Tujuan Mempelajari dari Filsafat Ilmu ?
3.      Metodologi Penyusunan Makalah
Metodologi atau langkah yang kami lakukan dalam penyelesaian makalah Filsafat Ilmu ini adalah mencari referensi di buku – buku dan informasi dari berbagai situs internet.
4.      Tujuan Penulisan Makalah
Tiada pengharapan yang lebih dari kami selaku tim penyusun dalam tujuan penulisan makalah ini, tetapi setidaknya kami memiliki tujuan yang konkrit dari penyusunan makalah ini, tujuan yang di harapkan di antaranya :
1)        Definisi Nominalis Realis Filsafat Ilmu,
2)        Objek Filsafat Ilmu,
3)        Fungsi Filsafat Ilmu,
4)        Substansi Filsafat Ilmu,
5)        Corak dan Ragam Filsafat Ilmu,
6)        Persamaan dan Perbedaan Filsafat Ilmu dan Ilmu – Ilmu Lain dan
7)        Tujuan dari Filsafat Ilmu.
5.      Sistematika Penulisan Makalah
Sistematika atau tatacara yang kami lakukan dalam penyusunan makalah ini adalah :
BAB    I           PENDAHULUAN     yang meliputi latar belakang masalah, rumusan dan batasan masalah, metodologi penyusunan makalah, tujuan penyusunan makalah dan sistematika penulisan makalah.
BAB    II         PEMBAHASAN        yang meliputi Definisi Nominalis Realis Filsafat Ilmu, Objek Filsafat Ilmu, Fungsi Filsafat Ilmu, Substansi Filsafat Ilmu, Corak dan Ragam Filsafat Ilmu, Persamaan dan Perbedaan Filsafat Ilmu dan Ilmu – Ilmu Lain dan Tujuan dari Filsafat Ilmu.
BAB    III        PENUTUP      yang meliputi kesimpulan dan saran – saran.
 
BAB    II
PEMBAHASAN
FILSAFAT ILMU
1.    Definisi Nominalis Realis Filsafat Ilmu
1)        Definisi Nominalis
Definisi nominalis ialah menjelaskan sebuah kata dengan kata lain yang lebih umum dimengerti. Jadi, sekadar menjelaskan kata sebagai tanda, bukan menjelaskan hal yang ditandai.Definisi nominalis terutama dipakai pada permulaan sesuatu pembicaraan atau diskusi.
Definisi nominalis ada 6 macam, yaitu :  
Ø  definisi sinonim,
Ø  definisi simbolik,
Ø  definisi etimologik,
Ø  definisi semantik,
Ø  definisi stipulatif,
Ø  dan definisi denotatif.
2)         Definisi Realis
       Definisi Realis ialah penjelasan tentang hal yang ditandai oleh sesuatu istilah.Jadi, bukan sekadar menjelaskan istilah, tetapi menjelaskan isi yang dikandung oleh suatu istilah.
       Definisi realis ada 2 macam sebagai berikut :
Ø  Definisi Esensial.
Definisi esensial, yakni penjelasan dengan cara menguraikan bagian-bagian dasar yang menyusun sesuatu hal, yang dapat dibedakan antrra definisi analitik dan definisi konotatif. Definisi analitik, yakni penjelasan dengan cara menunjukkan bagian-bagian sesuatu benda yang mewujudkan esensinya. Definisi konotatif, yakni penjelasan dengan cara menunjukkan isi dari suatu term yang terdiri atas genus dan diferensia.
Ø  Definisi Deskriptif.
Definisi deskriptif, yakni penjelasan dengan cara menunjukkan sifat-sifat yang dimiliki oleh hal yang didefinisikan yang dibedakan atas dua hal, definisi aksidental dan definisi kausal. Definisi aksidental, yakni penjelasan dengan cara menunjukkan jenis dari halnya dengan sifat-sifat khusus yang menyertai hal tersebut, Definisi kausal, yakni penjelasan dengan cara menyatakan bagaimana sesuatu hal terjadi atau terwujud. Hal ini berarti juga memaparkan asal mula atau perkembangan dari hal-hal yang ditunjuk oleh suatu term.
3)        Definisi Filsafat Ilmu
Secara epistimologi, filsafat berasal dari bahasa Yunani Philosophia, dan terdiri dari kata Philos yang berarti kesukaan atau kecintaan terhadap sesuatu, dan kata Sophia yang berarti kebijaksanaan.Secara harafiah, filsafat diartikan sebagai suatu kecintaan terhadap kebijaksanaan (kecenderungan untuk menyenangi kebijaksanaan). Hamersma [1] mengatakan bahwa Filsafat merupakan pengetahuan metodis, sistematis, dan koheren tentang seluruh kenyataan Jadi, dari definisi ini nampak bahwa kajian filsafat itu sendiri adalah realitas hidup manusia yang dijelaskan secara ilmiah guna memperoleh pemaknaan menuju “hakikat kebenaran”.
Sedangkan dalam bahasa Arab, ilmu ( ilm) berasal dari kata alima yang artinya mengetahui. Jadi ilmu secara harfiah tidak terlalu berbeda dengan science yang berasal dari kata scire.Namun ilmu memiliki ruang lingkup yang berbeda dengan science (sains).Sains hanya dibatasi pada bidang-bidang empirisme – positiviesme sedangkan ilmu melampuinya dengan nonempirisme seperti matematika dan metafisika [2]. Berbicara mengenai ilmu (sains) maka tidak akan terlepas dari filsafat. Tugas filsafat ilmu adalah menunjukkan bagaimana “pengetahuan tentang sesuatu sebagaimana adanya”.Will Duran dalam bukunya The story of Philosophy mengibaratkan bahwa filsafat seperti pasukan marinir yang merebut pantai untuk pendaratan pasukan infanteri. Pasukan infanteri inilah sebagai pengetahuan yang di antaranya ilmu.Filsafat yang memenangkan tempat berpijak bagi kegiatan keilmuan.Semua ilmu baik ilmu alam maupun ilmu sosial bertolak dari pengembangannya sebagai filsafat.  
Berikut ini kami paparkan beberapa definisi dari Filsafat Ilmu Menurut para ahli :
1)        Robert Ackerman “philosophy of science in one aspect as a critique of current scientific opinions by comparison to proven past views, but such aphilosophy of science is clearly not a discipline autonomous of actual scientific paractice”.
Filsafat ilmu adalah suatu tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini dengan perbandingan terhadap kriteria-kriteria yang dikembangkan dari pendapat-pendapat demikian itu, tetapi filsafat ilmu jelas bukan suatu kemandirian cabang ilmu dari praktek ilmiah secara aktual.
2)        Lewis White Beck “Philosophy of science questions and evaluates the methods of scientific thinking and tries to determine the value and significance of scientific enterprise as a whole.
Filsafat ilmu adalah ilmu yang membahas dan mengevaluasi metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba menemukan dan pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu keseluruhan.
3)        A. Cornelius Benjamin “That philosopic disipline which is the systematic study of the nature of science, especially of its methods, its concepts and presuppositions, and its place in the general scheme of intellectual discipines.
Filsafat Ilmu adalah sabang pengetahuan filsafat yang merupakan telaah sistematis mengenai ilmu, khususnya metode-metodenya, konsep-konsepnya dan peranggapan – peranggapannya, serta letaknya dalam kerangka umum cabang-cabang pengetahuan intelektual.
4)        Michael V. Berry “The study of the inner logic if scientific theories, and the relations between experiment and theory, i.e. of scientific methods”.
Filsafat Ilmu adalah penelaahan tentang logika interen dari teori-teori ilmiah dan hubungan-hubungan antara percobaan dan teori, yakni tentang metode ilmiah.
5)        May Brodbeck “Philosophy of science is the ethically and philosophically neutral analysis, description, and clarifications of science.”
Filsafat Ilmu adalah analisis yang netral secara etis dan filsafati, pelukisan dan penjelasan mengenai landasan – landasan ilmu.
6)        Peter Caws “Philosophy of science is a part of philosophy, which attempts to do for science what philosophy in general does for the whole of human experience. Philosophy does two sorts of thing: on the other hand, it constructs theories about man and the universe, and offers them as grounds for belief and action; on the other, it examines critically everything that may be offered as a ground for belief or action, including its own theories, with a view to the elimination of inconsistency and error.
Filsafat Ilmu adalah suatu bagian filsafat, yang mencoba berbuat bagi ilmu apa yang filsafat seumumnya melakukan pada seluruh pengalaman manusia. Filsafat melakukan dua macam hal : di satu pihak, ini membangun teori-teori tentang manusia dan alam semesta, dan menyajikannya sebagai landasan-landasan bagi keyakinan dan tindakan; di lain pihak, filsafat memeriksa secara kritis segala hal yang dapat disajikan sebagai suatu landasan bagi keyakinan atau tindakan, termasuk teori-teorinya sendiri, dengan harapan pada penghapusan ketakajegan dan kesalahan
7)        Stephen R. Toulmin “As a discipline, the philosophy of science attempts, first, to elucidate the elements involved in the process of scientific inquiry observational procedures, patens of argument, methods of representation and calculation, metaphysical presuppositions, and so on and then to veluate the grounds of their validity from the points of view of formal logic, practical methodology and metaphysics”.
Filsafat Ilmu adalah suatu cabang ilmu filsafat yang  mencoba pertama-tama menjelaskan unsur-unsur yang terlibat dalam proses penyelidikan ilmiah prosedur-prosedur pengamatan, pola-pola perbincangan, metode-metode penggantian dan perhitungan, peranggapan - peranggapan metafisis, dan selanjutnya menilai landasan-landasan bagi kesalahannya dari sudut-sudut tinjauan logika formal, metodologi praktis, dan metafisika.
8)        Menurut Beerling [3] filsafat ilmu adalah penyelidikan tentang ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara-cara utnuk memperolehnya. Dengan kata lain filsafat ilmu sesungguhnya merupakan suatu penyelidikan lanjutan. Dia merupakan suatu bentuk pemikiran secara mendalam yang bersifat lanjutan atau secondary reflexion.Refleksi sekunder seperti itu merupakan syarat mutlak untuk menentang bahaya yang menjurus kepada keadaan cerai berai serta pertumbuhan yang tidak seimbang dari ilmu-ilmu yang ada.Refelksi sekunder banyak memberi sumbangan dalam usaha memberi tekanan perhatian pada metodikaserta sistem dan untuk berusaha memperoleh pemahaman mengenai azas-azas, latar belakang serta hubungan-hubungan yang dipunyai kegiatan ilmiah. Sumbangan tersebut bisa berbentuk
(1) mengarahkan metode-metode penyelidikan ilmiah kejuruan kepada penyelenggaaraan kegiatan ilmiah ;
(2) menerapkan penyelidikan kefilsafatan terhadap terhadap kegiatan-kegiatan ilmiah. Dalam hal ini mempertanyakan kembali secara de-jure mengenai landasan-landasan serta azas-azas yang memungkinkan ilmu itu memberi pembenaran pada dirinya serta apa yang dianggapnya benar.
Berdasarkan pendapat di atas kita memperoleh gambaran bahwa filsafat ilmu merupakan telaah kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu, yang ditinjau dari segi ontologis, epistemelogis maupun aksiologisnya. Dengan kata lain filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi ( filsafat pengetahuan ) yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu, seperti :
Ø  Obyek apa yang ditelaah ilmu ? Bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut ? Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia yang membuahkan pengetahuan ?( Landasan ontologism )
Ø  Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu ? Bagaimana prosedurnya ? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar mendakan pengetahuan yang benar ? Apakah kriterianya ? Apa yang disebut kebenaran itu ? Adakah kriterianya ? Cara / teknik / sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu ?( Landasan epistemologis )
Ø  Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan ? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral ? Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral ? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral / profesional ?( Landasan aksiologis ).
2.        Objek Filsafat Ilmu
 “ No problem, no science ”. Ungkapan Archi J Bahm ini seolah sederhana namun padat akan makna. Dari ungkapan ini kita bisa mengetahui bahwasanya Filsafat Ilmu  muncul dari adanya permasalahan tertentu. Filsafat Ilmu, menurut Bahm, diperoleh dari pemecahan suatu masalah keilmuan. Tidak ada masalah, berarti tidak ada solusi. Tidak ada solusi berarti tidak memperoleh metode yang tepat dalam memecahkan masalah. Ada metode berarti ada sistematika ilmiah.
Objek dari Filsafat Ilmu terbagi kedalam dua bagian, yaitu objek material dan objek formal :
1.         Objek Material filsafat
Yaitu suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan pengetahuan itu atau hal yang di selidiki, di pandang atau di sorot oleh suatu disiplin ilmu yang mencakup apa saja baik hal-hal yang konkrit ataupun yang abstrak.
Menurut Drs. H.A.Dardiri bahwa objek material adalah segala sesuatu yang ada, baik yang ada dalam pikiran, ada dalam kenyataan maupun ada dalam kemungkinan. Segala sesuatu yang ada itu di bagi dua, yaitu :
a.               Ada yang bersifat umum ( ontology ), yakni ilmu yang menyelidiki tentang hal yang ada pada umumnya.
b.             Ada yang bersifat khusus yang terbagi dua yaitu ada secara mutlak ( theodicae ) dan tidak mutlak yang terdiri dari manusia  ( antropologi metafisik ) dan alam ( kosmologi ).
Sedangkan menurut Surajiyo dkk. obyek material dimaknai dengan suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan pengetahuan. Obyek material juga berarti hal yang diselidiki, dipandang atau disorot oleh suatu disiplin ilmu. Obyek material mencakup apa saja, baik yang konkret maupun yang abstrak, yang materil maupun yang non-materil. Bisa pula berupa hal-hal, masalah-masalah, ide-ide, konsep-konsep dan sebagainya. Misal: objek material dari sosiologi adalah manusia. Contoh lainnya, lapangan dalam logika adalah asas-asas yang menentukan pemikiran yang lurus, tepat, dan sehat. Maka, berpikir merupakan obyek material logika.
Istilah obyek material sering juga disebut pokok persoalan (subject matter). Pokok persoalan ini dibedakan atas dua arti, yaitu :
Ø  Pokok persoalan ini dapat dimaksudkan sebagai bidang khusus dari penyelidikan faktual. Misalnya: penyelidikan tentang atom termasuk bidang fisika; penyelidikan tentang chlorophyl termasuk penelitian bidang botani atau bio-kimia dan sebagainya.
Ø  Dimaksudkan sebagai suatu kumpulan pertanyaan pokok yang saling berhubungan. Misalnya: anatomi dan fisiologi keduanya berkaitan dengan struktur tubuh. Anatomi mempelajari strukturnya sedangkan fisiologi mempelajari fungsinya. Kedua ilmu tersebut dapat dikatakan memiliki pokok persoalan yang sama, namun juga dikatakan berbeda. Perbedaaan ini dapat diketahui apabila dikaitkan dengan corak-corak pertanyaan yang diajukan dan aspek-aspek yang diselidiki dari tubuh tersebut. Anatomi mempelajari tubuh dalam aspeknya yang statis, sedangkan fisiologi dalam aspeknya yang dinamis.
2.         Objek Formal filsafat
Obyek formal adalah pendekatan-pendekatan secara cermat dan bertahap menurut segi-segi yang dimiliki obyek materi dan menurut kemampuan seseorang. Obyek formal diartikan juga sebagai sudut pandang yang ditujukan pada bahan dari penelitian atau pembentukan pengetahuan itu, atau sudut pandang darimana obyek material itu disorot. Obyek formal suatu ilmu tidak hanya memberikan keutuhan ilmu, tetapi pada saat yang sama membedakannya dari bidang-bidang lain. Suatu obyek material dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang sehingga menghasilkan ilmu yang berbeda-beda. Oleh karena itu, akan tergambar lingkup suatu pengetahuan mengenai sesuatu hal menurut segi tertentu. Dengan kata lain, “tujuan pengetahuan sudah ditentukan.
Misalnya, obyek materialnya adalah “manusia”, kemudian, manusia ini ditinjau dari sudut pandang yang berbeda-beda sehingga ada beberapa ilmu yang mempelajari manusia, diantaranya : psikologi, antropologi, sosiologi dan sebagainya.  
3.    Implikasi Obyek Material dan Obyek Formal 
Persoalan-persoalan umum ( implikasi dari obyek material dan obyek formal ) yang ditemukan dalam bidang ilmu filsafat  antara lain sebagai berikut :
§  Sejauh mana batas-batas atau ruang lingkup yang menjadi wewenang masing-masing ilmu filsafat  itu, dari mana ilmu filsafat  itu dimulai dan sampai mana harus berhenti.
§  Dimanakah sesungguhnya tempat-tempat ilmu filsafat  dalam realitas yang melingkupinya.
§  Metode-metode yang dipakai ilmu tersebut berlakunya sampai dimana.
§  Apakah persoalan kausalitas ( hubungan sebab-akibat yang berlaku dalam ilmu ke-alam-an juga berlaku juga bagi ilmu-ilmu sosial maupun humaniora ).
3.        Fungsi Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu merupakan salah satu cabang dari filsafat. Oleh karena itu, fungsi filsafat ilmu kiranya tidak bisa dilepaskan dari fungsi filsafat secara keseluruhan, yakni :
·       Sebagai alat mencari kebenaran dari segala fenomena yang ada.
·       Mempertahankan, menunjang dan melawan atau berdiri netral terhadap pandangan filsafat lainnya.
·       Memberikan pengertian tentang cara hidup, pandangan hidup dan pandangan dunia.
·       Memberikan ajaran tentang moral dan etika yang berguna dalam kehidupan
·       Menjadi sumber inspirasi dan pedoman untuk kehidupan dalam berbagai aspek kehidupan itu sendiri, seperti ekonomi, politik, hukum dan sebagainya.[5]
Sedangkan Ismaun ( 2001 ) mengemukakan fungsi filsafat ilmu adalah untuk memberikan landasan filosofik dalam memahami berbagi konsep dan teori sesuatu disiplin ilmu dan membekali kemampuan untuk membangun teori ilmiah. Selanjutnya dikatakan pula, bahwa filsafat ilmu tumbuh dalam dua fungsi, yaitu : sebagai confirmatory theories yaitu berupaya mendekripsikan relasi normatif antara hipotesis dengan evidensi dan theory of explanation yakni berupaya menjelaskan berbagai fenomena kecil ataupun besar secara sederhana.
4.        Substansi Filsafat Ilmu
Telaah tentang substansi Filsafat Ilmu, Ismaun ( 2001 ) memaparkannya dalam empat bagian, yaitu substansi yang berkenaan dengan :
(1) fakta atau kenyataan,
(2) kebenaran ( truth ),
(3) konfirmasi dan
(4) logika inferensi.
1.    Fakta atau kenyataan
Fakta atau kenyataan memiliki pengertian yang beragam, bergantung dari sudut pandang filosofis yang melandasinya.
Ø  Positivistik berpandangan bahwa sesuatu yang nyata bila ada korespondensi antara yang sensual satu dengan sensual lainnya.
Ø  Fenomenologik memiliki dua arah perkembangan mengenai pengertian kenyataan ini. Pertama, menjurus ke arah teori korespondensi yaitu adanya korespondensi antara ide dengan fenomena.Kedua, menjurus ke arah koherensi moralitas, kesesuaian antara fenomena dengan sistem nilai.
Ø  Rasionalistik menganggap suatu sebagai nyata, bila ada koherensi antara empirik dengan skema rasional, dan
Ø  Realisme-metafisik berpendapat bahwa sesuatu yang nyata bila ada koherensi antara empiri dengan obyektif.
Ø  Pragmatisme memiliki pandangan bahwa yang ada itu yang berfungsi.
Di sisi lain, Lorens Bagus ( 1996 ) memberikan penjelasan tentang fakta obyektif dan fakta ilmiah.
Fakta obyektif  yaitu peristiwa, fenomen atau bagian realitas yang merupakan obyek kegiatan atau pengetahuan praktis manusia.
Sedangkan fakta ilmiah merupakan refleksi terhadap fakta obyektif dalam kesadaran manusia.Yang dimaksud refleksi adalah deskripsi fakta obyektif dalam bahasa tertentu.Fakta ilmiah merupakan dasar bagi bangunan teoritis.Tanpa fakta-fakta ini bangunan teoritis itu mustahil.Fakta ilmiah tidak terpisahkan dari bahasa yang diungkapkan dalam istilah-istilah dan kumpulan fakta ilmiah membentuk suatu deskripsi ilmiah.
2. Kebenaran ( truth )
Sesungguhnya, terdapat berbagai teori tentang rumusan kebenaran. Namun secara tradisional, kita mengenal 3 teori kebenaran yaitu koherensi, korespondensi dan pragmatic .[6]
Sementara, Michel William mengenalkan 5 teori kebenaran dalam ilmu, yaitu : kebenaran koherensi, kebenaran korespondensi, kebenaran performatif, kebenaran pragmatik dan kebenaran proposisi.
Bahkan, Noeng Muhadjir menambahkannya satu teori lagi yaitu kebenaran paradigmatik.             ( Ismaun; 2001 )
a. Kebenaran koherensi
Kebenaran koherensi yaitu adanya kesesuaian atau keharmonisan antara sesuatu yang lain dengan sesuatu yang memiliki hirarki yang lebih tinggi dari sesuatu unsur tersebut, baik berupa skema, sistem, atau pun nilai. Koherensi ini bisa pada tatanan sensual rasional mau pun pada dataran transendental.
b. Kebenaran korespondensi
Berfikir benar korespondensial adalah berfikir tentang terbuktinya sesuatu itu relevan dengan sesuatu lain. Koresponsdensi relevan dibuktikan adanya kejadian sejalan atau berlawanan arah antara fakta dengan fakta yang diharapkan, antara fakta dengan belief yang diyakini, yang sifatnya spesifik
c. Kebenaran performatif
Ketika pemikiran manusia menyatukan segalanya dalam tampilan aktual dan menyatukan apapun yang ada dibaliknya, baik yang praktis yang teoritik, maupun yang filosofik, orang mengetengahkan kebenaran tampilan aktual.Sesuatu benar bila memang dapat diaktualkan dalam tindakan.
d. Kebenaran pragmatik
Yang benar adalah yang konkret, yang individual dan yang spesifik dan memiliki kegunaan praktis.
e. Kebenaran proposisi
Proposisi adalah suatu pernyataan yang berisi banyak konsep kompleks, yang merentang dari yang subyektif individual sampai yang obyektif.Suatu kebenaran dapat diperoleh bila proposisi-proposisinya benar.Dalam logika Aristoteles, proposisi benar adalah bila sesuai dengan persyaratan formal suatu proposisi. Pendapat lain yaitu dari Euclides, bahwa proposisi benar tidak dilihat dari benar formalnya, melainkan dilihat dari benar materialnya.
f. Kebenaran struktural paradigmatik
Sesungguhnya kebenaran struktural paradigmatik ini merupakan perkembangan dari kebenaran korespondensi.Sampai sekarang analisis regresi, analisis faktor, dan analisis statistik lanjut lainnya masih dimaknai pada korespondensi unsur satu dengan lainnya. Padahal semestinya keseluruhan struktural tata hubungan itu yang dimaknai, karena akan mampu memberi eksplanasi atau inferensi yang lebih menyeluruh.
3. Konfirmasi
Fungsi ilmu adalah menjelaskan, memprediksi proses dan produk yang akan datang, atau memberikan pemaknaan. Pemaknaan tersebut dapat ditampilkan sebagai konfirmasi absolut atau probalistik.Menampilkan konfirmasi absolut biasanya menggunakan asumsi, postulat, atau axioma yang sudah dipastikan benar.Tetapi tidak salah bila mengeksplisitkan asumsi dan postulatnya.Sedangkan untuk membuat penjelasan, prediksi atau pemaknaan untuk mengejar kepastian probabilistik dapat ditempuh secara induktif, deduktif, ataupun reflektif.
4. Logika inferensi
Logika inferensi yang berpengaruh lama sampai perempat akhir abad XX adalah logika matematika, yang menguasai positivisme.Positivistik menampilkan kebenaran korespondensi antara fakta.Fenomenologi Russel menampilkan korespondensi antara yang dipercaya dengan fakta.Belief pada Russel memang memuat moral, tapi masih bersifat spesifik, belum ada skema moral yang jelas, tidak general sehingga inferensi penelitian berupa kesimpulan kasus atau kesimpulan ideografik.
Post-positivistik dan rasionalistik menampilkan kebenaran koheren antara rasional, koheren antara fakta dengan skema rasio, Fenomena Bogdan dan Guba menampilkan kebenaran koherensi antara fakta dengan skema moral.Realisme metafisik Popper menampilkan kebenaran struktural paradigmatik rasional universal dan Noeng Muhadjir mengenalkan realisme metafisik dengan menampilkan kebenaranan struktural paradigmatik moral transensden. (Ismaun,200:9)
Di lain pihak, Jujun Suriasumantri( 1982 : 46 – 49 ) menjelaskan bahwa penarikan kesimpulan baru dianggap sahih kalau penarikan kesimpulan tersebut dilakukan menurut cara tertentu, yakni berdasarkan logika. Secara garis besarnya, logika terbagi ke dalam 2 bagian, yaitu logika induksi dan logika deduksi.
5.        Corak dan Ragam Filsafat Ilmu
Ismaun ( 2001 : 1 ) mengungkapkan beberapa corak ragam filsafat ilmu, diantaranya :
Ø  Filsafat ilmu-ilmu sosial yang berkembang dalam tiga ragam, yaitu : (1) meta ideologi, (2) meta fisik dan (3) metodologi disiplin ilmu.
Ø  Filsafat teknologi yang bergeser dari C-E (conditions-Ends) menjadi means. Teknologi bukan lagi dilihat sebagai ends, melainkan sebagai kepanjangan ide manusia.
Ø  Filsafat seni/estetika mutakhir menempatkan produk seni atau keindahan sebagai salah satu tri-partit, yakni kebudayaan, produk domain kognitif dan produk alasan praktis.
Produk domain kognitif murni tampil memenuhi kriteria: nyata, benar, dan logis. Bila etik dimasukkan, maka perlu ditambah koheren dengan moral.Produk alasan praktis tampil memenuhi kriteria oprasional, efisien dan produktif.Bila etik dimasukkan perlu ditambah human.manusiawi, tidak mengeksploitasi orang lain, atau lebih diekstensikan lagi menjadi tidak merusak lingkungan.
6.        Persamaan dan Perbedaan Filsafat Ilmu dan Ilmu – Ilmu Lain.
Persamaan filsafat ilmu dan ilmu lainnya, baik sejarah ilmu, sosiologi ilmu dan psikologi ilmu  adalah sebagai berikut :
1. Keduanya mencari rumusan yang sebaik-baiknya menyelidiki objek selengkap lengkapnya sampai keakar - akarnya.
2. Keduanya memberikan pengertian mengenai hubungan atau koheren yang ada antara kejadian - kejadian yang kita alami dan mencoba menunjukan sebab-sebanya.
3. Keduanya hendak memberikan sintesis, yaitu suatu pandangan yang bergandengan.
4. Keduanya mempunyai metode dan sitem.
5. Keduanya hendak memberikan penjelasan tentang kenyataan seluruhnya timbul dari hasrat manusia (objektivitas), akan pengetahuan yang lebih mendasar
Perbedaan filsafat ilmu dengan filsafat atau ilmu-ilmu lain seperti sejarah ilmu, psikologi, sosiologi, dan sebagainya terletak pada masalah yang hendak dipecahkan dan metode yang akan digunakan. Filsafat ilmu tidak berhenti pada pertanyaan mengenai bagaimana pertumbuhan serta cara penyelenggaraan ilmu dalam kenyatannya, melainkan mempermasalahkan masalah metodologik, yakni mengenai azas-azas serta alasan apakah yang menyebabkan ilmu dapat menyatakan bahwa ia memperoleh pengetahuan ilmiah.[7]
Pertanyaan seperti itu tidak dapat dijawab oleh ilmu itu sendiri tetapi membutuhkan analisa kefilsafatan mengenai tujuan serta cara kerja ilmu. Pertalian antara filsafat dan ilmu harus terjelma dalam filsafat ilmu. Kedudukan filsafat ilmu dalam lingkungan fisafat secara keseluruhan adalah :
1)        bahwa filsafat ilmu berhubungan erat dengan filsafat ilmu pengetahuan                      ( epistemology ) ;
2)        filsafat ilmu erat hubungannya dengan logika dan metodologi, dan dalam hal ini kadang-kadang filsafat ilmu dijumbuhkan denganmetodologi ( Beerling, 1985; 4 ). Hubungan antara filsafat dengan ilmu pengetahuan lebih erat dalam bidang ilmu pengetahuan manusia.Ilmu-ilmu manusia seringkali lebih jelas masih mempunyai filsafat ilmu tersembunyi.[8]
Secara garis besar perbedaan filsafat ilmu dengan ilmu – ilmu lain, baik sejarah ilmu, psikologi ilmu maupun sosiologi ilmu adalah :
1) Filsafat menyelidiki, membahas, serta memikirkan seluruh alam kenyataan, dan menyelidiki bagaimana hubungan kenyataan satu sama lain. Jadi ia memandang satu kesatuan yang belum dipecah-pecah serta pembahasanya secara kesuluruhan. Sedangkan ilmu-ilmu lain atau ilmu vak menyelidiki hanya sebagian saja dari alam maujud ini, misalnya ilmu sejarah hanya membicarakan kejadian – kejadian yang sudah terjadi di masa lampau, ilmu psikologi hanya membicarakan tentang jiwa, dan ilmu sosiologi hanya membicarakan tentang manusia.
2) Filsafat tidak saja menyelidiki tentang sebab-akibat, tetapi menyelidiki hakikatnya sekaligus. Sedangkan ilmu lainnya hanya membahas tentang   sebab dan akibat suatu peristiwa.
3) Dalam pembahasannya filsafat menjawab apa ia sebenarnya, dari mana asalnya, dan hendak ke mana perginya. Sedangkan ilmu lainnya harus menjawab pertanyaan bagaimana dan apa sebabnya.
      
Untuk lebih jelasnya lagi, lihatlah tabel berikut ini :
Ilmu
Filsafat
1.    Segi-segi yang dipelajari dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti
2.    Obyek penelitian yang terbatas
3.    Tidak menilai obyek dari suatu sistem nilai tertentu.
4.    Bertugas memberikan jawaban
1.    Mencoba merumuskan pertanyaan atas jawaban. Mencari prinsip-prinsip umum, tidak membatasi segi pandangannya bahkan cenderung memandang segala sesuatu secara umum dan keseluruhan
2.    Keseluruhan yang ada
3.    Menilai obyek renungan dengan suatu makna, misalkan , religi, kesusilaan, keadilan dsb.
4.    Bertugas mengintegrasikan ilmu-ilmu
Perberdaan filsafat ilmu dengan sejarah ilmu, psikologi ilmu dan sosiologi ilmu :
Asfek
Perbedaan
Filsafat
Ilmu
Sejarah
Ilmu
Sosiologi
 Ilmu
Psikologi
Ilmu
Pengertian
Ilmu penyelidikan tentang ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara-cara utnuk memperolehnya
Suatu ilmu pengetahuan yg mempelajari sgala peristiwa yg telah terjadi pd masa lampau dlm kehidupan manusia.
Ilmu yg mempelajari hubungan antara manusia dan kelompok-kelompok.          ( Roucek dan Warren ).
Decrates Dan wundt : ilmu yang mempelajari tentang kesadaran manusia.
Branca (1964) & Sartain Dkk. (1967) : ilmu tentang tingkah laku (over behavior & inc behavior).
Ciri – Ciri
   Empiris
   Radikal
   Universal
   Mengkaji dan manganalisis konsep-konsep, asumsi, dan metode ilmiah
   Mengkaji keterkaitan ilmu yg satu dg yang lainnya
   Objek : peristiwa sejarah yang di ketahui
   Metode sejarah
   Sifat sistematis
   Kausalitas sebagai hukum sejarah
   Teori sejarah
   Pendekatan ilmiah
   Persfektif filsafat.
   Bersifat empiris, berdasarkan observasi kenyataan
   Teoritis, menyusun abstraksi dan hasil-hasil obcervasi
   Kumulatif, di bentuk atas dasar teori yg sudah ada
   Non-etis, permasalahan yg di bahas bukan-lah dari segi baik dan buruknya fakta tertentu.
   Objek material : manusia
   Objek formal : jiwa / psikis
   Sistematis yg teratur
   Mempunyai sejarah / riwayat tertentu
Objek Penyelidikan
seluruh alam kenyataan, dan menyelidiki bagaimana hubungan kenyataan satu sama lain
Terbatas hanya pada : kejadian masa lampau
Terbatas hanya pada : tingkah laku manusia
Terbatas hanya pada : jiwa manusia
Objek Pembahasan
menjawab apa ia sebenarnya, dari mana asalnya, dan hendak ke mana perginya.
Hanya menjawab pertanyaan bagaimana dan apa sebabnya. Misalnya kejadian gunung meletus
Hanya menjawab pertanyaan bagaimana dan apa sebabnya. Misalnya keadaan sosial masyarakat di kota purwakarta
Hanya menjawab pertanyaan bagaimana dan apa sebabnya.
Misalnya keadaan psikologis orang yang di tinggal mati orang tuanya.
7.       Tujuan dari Filsafat Ilmu
Tujuan filsafat ilmu adalah :
1. Mendalami unsure-unsur pokok ilmu, sehingga secara menyeluruh kita dapat   memahami sumber, hakikat dan tujuan ilmu.
2.  Memahami sejarah pertumbuhan, perkembangan, dan kemajuan ilmu di berbagai bidang, sehingga kita dapat gambaran tentang proses ilmu kontemporer secara histories.
3. Menjadi pedoman bagi para dosen dan mahasiswa dalam mendalami studi di perguruan tinggi, terutama untuk membedakan persoalan yang alamia dan non-alamia.
4. Mendorong pada calon ilmuan dan iluman untuk konsisten dalam mendalami ilmu dan mengembangkanya.
5. Mempertegas bahwa dalam persoalan sumber dan tujuan antara ilmu dan agama tidak ada pertentangan.
BAB    III
PENUTUP
1.      Kesimpulan
Definisi nominalis ialah menjelaskan sebuah kata dengan kata lain yang lebih umum dimengerti. Definisi Realis ialah penjelasan tentang hal yang ditandai oleh sesuatu istilah.
Filsafat ilmu adalah telaah kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu, yang ditinjau dari segi ontologis, epistemelogis maupun aksiologisnya. Dengan kata lain filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi ( filsafat pengetahuan ) yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu
Objek Filsafat Ilmu ada 2, yaitu :
1)      Objek Material filsafat
Yaitu suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan pengetahuan itu atau hal yang di selidiki, di pandang atau di sorot oleh suatu disiplin ilmu yang mencakup apa saja baik hal-hal yang konkrit ataupun yang abstrak.
2)      Objek Formal filsafat
Obyek formal adalah pendekatan-pendekatan secara cermat dan bertahap menurut segi-segi yang dimiliki obyek materi dan menurut kemampuan seseorang.
Substansi Filsafat Ilmu, telaah tentang substansi Filsafat Ilmu, Ismaun ( 2001 ) memaparkannya dalam empat bagian, yaitu substansi yang berkenaan dengan :
(1) fakta atau kenyataan,
(2) kebenaran ( truth ),
(3) konfirmasi dan
(4) logika inferensi.
Corak dan Ragam Filsafat Ilmu, Ismaun ( 2001 : 1 ) mengungkapkan beberapa corak ragam filsafat ilmu, diantaranya :
Ø  Filsafat ilmu-ilmu sosial yang berkembang dalam tiga ragam, yaitu : (1) meta ideologi, (2) meta fisik dan (3) metodologi disiplin ilmu.
Ø  Filsafat teknologi yang bergeser dari C-E (conditions-Ends) menjadi means. Teknologi bukan lagi dilihat sebagai ends, melainkan sebagai kepanjangan ide manusia.
Ø  Filsafat seni/estetika mutakhir menempatkan produk seni atau keindahan sebagai salah satu tri-partit, yakni kebudayaan, produk domain kognitif dan produk alasan praktis.
Persamaan dan Perbedaan Filsafat Ilmu dan Ilmu – Ilmu Lain adalah :
Persamaannya adalah sebagai berikut :
1. Keduanya mencari rumusan yang sebaik-baiknya menyelidiki objek selengkap lengkapnya sampai keakar - akarnya.
2. Keduanya memberikan pengertian mengenai hubungan atau koheren yang ada antara kejadian - kejadian yang kita alami dan mencoba menunjukan sebab-sebanya.
3. Keduanya hendak memberikan sintesis, yaitu suatu pandangan yang bergandengan.
4. Keduanya mempunyai metode dan sitem.
5. Keduanya hendak memberikan penjelasan tentang kenyataan seluruhnya timbul dari hasrat manusia (objektivitas), akan pengetahuan yang lebih mendasar
Perbedaan filsafat ilmu dengan filsafat atau ilmu-ilmu lain seperti sejarah ilmu, psikologi, sosiologi, dan sebagainya terletak pada masalah yang hendak dipecahkan dan metode yang akan digunakan.
Tujuan filsafat ilmu adalah :
1. Mendalami unsure-unsur pokok ilmu, sehingga secara menyeluruh kita dapat   memahami sumber, hakikat dan tujuan ilmu.
2.  Memahami sejarah pertumbuhan, perkembangan, dan kemajuan ilmu di berbagai bidang, sehingga kita dapat gambaran tentang proses ilmu kontemporer secara histories.
3. Menjadi pedoman bagi para dosen dan mahasiswa dalam mendalami studi di perguruan tinggi, terutama untuk membedakan persoalan yang alamia dan non-alamia.
4. Mendorong pada calon ilmuan dan iluman untuk konsisten dalam mendalami ilmu dan mengembangkanya.
5. Mempertegas bahwa dalam persoalan sumber dan tujuan antara ilmu dan agama tidak ada pertentangan.
2.      Saran – Saran
Sudah selayaknya kita mengoptimalkan akal ini untuk berfikir, jangan sampai kita terus memanjakan akal ini dengan berfikir hal – hal yang mudah, sekali – kali marilah kita belajar Filsafat, agar akal ini mampu berkembang dan berfikir secara dalam. ingatlah perkataan dari KH. Abdul Rahmat bahwa seorang pahlawan itu adalah orang yang mampu berfikir secara dalam dan mempunyai pandangan yang luas.
 
DAFTAR PUSTAKA
SuriaSumantri, Jujun. S. “ Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer  ”. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta : 2003
Bakhtiar, Amsal. “ Filsafat Ilmu ”.Jakarta : 2004
Prof. Dr. Ahmad Tafsir. “ Filsafat Ilmu ”.PT. Remaja Rosdakarya.Bandung : 2009