Selasa, 07 Juni 2016

cerpen dimanakah kebahagiaan itu




Dimanakah Kebahagiaan Itu?

“Tuhan.... apakah kebahagiaan itu ada? Kalau memang ada tapi kenapa aku tak pernah merasakannya?”
“Tuhan... apakah tawa itu ada? Kalau ada kenapa aku tak pernah melihatnya?”
“Tuhan.... apakah sayang itu ada? Kalau memang ada tapi kenapa aku tak pernah mendapatkannya?” 

Sebut saja namaku Melki atau lebih tepatnya Melki Saputra, tetapi teman-temanku sering memanggilku dengan sebutan Mely atau Melki Saputri. Ya aku seorang cowok, tapi teman-temanku menganggapku layaknya seorang cewek karena pribadiku yang kemayu. Aku ngondek. Aku tidak diterima di lingkunganku aku sering jadi bahan tertawaan, cemoohan, bahkan hinaan. Aku sering di bully di sekolah karena keadaanku ini. Aku bahkan tidak mempunyai kawan karena mereka enggan berteman denganku, mereka malu berteman dengan banci sepertiku. Dan yang mau menerima keadaanku adalah cewek. Ya sebagian besar temanku adalah cewek semua, karena aku tidak punya pilihan, merekalah yang mau menerimaku sebagai temannya, merekalah yang mau menganggapku ada dan merekalah yang mau menghargaiku.
Aku beda dengan cowok-cowok yang lain, disaat semua cowok menyukai permainan sepak bola aku lebih suka bermain boneka, disaat cowok-cowok suka berenang aku lebih suka bermain karet bersama teman-teman cewekku. Aku tidak tau apa yang terjadi pada diriku, aku lebih feminim dari yang lain, aku lebih lemah dibandingkan dengan cowok-cowok yang lain. Bahkan aku sempat berfikir untuk berubah, aku ingin menjadi cowok seutuhnya, aku pernah mencoba hal-hal yang disukai oleh cowok, contohnya permainan sepak bola, namun semua itu sia-sia, aku bahkan di bully habis-habisan oleh teman-teman cowokku, mereka menertawaiku, mereka menertawai gaya berlariku, karena gaya berlariku persis sama seperti cewek. Dan aku juga malu pada saat guru agama memberikan materi tentang laki-laki tidak boleh menyerupai perempuan.
“Nah dari HR. Al-Bukhari, bahwa Rasulullah S.A.W, melaknat laki-laki menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki” kata guru yang sedang asyik menerangkan di depan.
“Dengar itu mel” kata hendra  yang duduk di belakangku.
Hendra mengatakan itu tidak dengan suara yang pelan, namun ia mengatakan itu dengan suara yang bisa didengar oleh seisi kelas. Dan sontak seisi kelas tertawa, aku tertunduk lesu menahan malu, namun aku selalu ingat kata-kata nenek. “kalau seseorang menertawakanmu, maka diamlah biar tuhan yang membalasnya.” Aku sudah biasa dengan hinaan seperti itu, bahkan hinaan itu selalu ku dengar hampir tiap hari, dan aku hanya bisa diam. Karena aku tidak ingin bermasalah disekolah, aku tidak ingin dikeluarkan dari sekolah.
Walaupun pribadiku seperti ini, tapi aku selalu dekat dengan tuhan. Aku tidak pernah meninggalkan sholat lima waktu. Aku bahkan pintar mengaji, aku pernah menjadi juara dalam berbagai lomba MTQ di desaku. Aku pernah mendapatkan juara pertama tingkat provinsi untuk cabang tilawah tingkat remaja, aku bangga dengan prestasiku. Namun tidak dengan kedua orang tuaku mereka bahkan tak pernah menggap aku sebagai anaknya, mereka selalu membangga-banggakan adik perempuanku andini, ia sangat pintar bahkan ia selalu jadi juara kelas di sekolahnya. Dan orang tuaku menghargai prestasinya itu, mereka selalu memberikan hadiah disaat andini mendapatkan rangking pertama, beda halnya denganku, prestasiku tak pernah ditanya oleh orang tuaku, akupun tak pernah mendapatkan hadiah dari kedua orang tuaku, disaat ulang tahunpun mereka tidak pernah merayakannya, sedangkan adikku andini sudah beberapa kali merayakan ulang tahunnya dan aku sangat iri padanya.
Hanya nenekku yang selalu bangga denganku, ia bahkan selalu hadir disaat aku mengikuti berbagai ajang lomba, jangan tanya orang tuaku, mereka enggan untuk hadir.  Aku tak tahu apakah mereka malu punya anak sepertiku, apakah mereka malu punya anak bencong seperti diriku. Seandainya aku dapat memilih, aku tidak mau dilahirkan seperti ini, aku ingin dilahirkan seperti cowok-cowok pada umumnya.
Dulu waktu aku masih duduk di sekolah dasar. Aku pernah dipukuli pake ikat pinggang oleh ayahku, karena pada saat itu, aku bermain boneka dengan teman-teman cewekku. Ayahku lalu menarik tanganku secara paksa, dan membawaku pulang, sesampainya dirumah aku dipukuli habis-habisan, beberapa kali aku meringis kesakitan dan memohon ampun, namun ayahku enggan untuk berhenti, ia sedang bernafsu untuk terus memukuliku. Aktivitasnya terhenti di saat nenek melerainya. Nenek memarahi ayahku, hingga ayahku pun menghentikan aktivitasnya. Dan pada saat itu nenek memeriksa punggungku, punggungku nyaris merah semua dan terasa  sakit bila disentuh. Kemudian nenek  menangis sambil memelukku, pada saat itu aku mulai takut pada ayah. Dan satu-satunya tempat aku mengadu bila dimarahi oleh ayah adalah nenekku, karena neneklah yang mau berpihak padaku.
Dan pada suatu hari saat aku hampir lulus sekolah dasar, nenek meninggal dunia, ia meninggalkanku untuk selamanya, dan pada saat itu aku sangat sedih sekali, aku merasa tidak akan ada lagi orang yang akan melindungiku pada saat ayah memukuliku, tidak akan ada lagi orang yang akan melindungiku pada saat ibu mengomeliku. Aku bahkan tidak punya tempat untuk mengadu lagi pada saat aku di bully oleh teman-temanku di sekolah. Bahkan aku hanya bisa pasrah dengan hidupku kedepan.
4 tahun berlalu hingga sekarang aku tengah duduk di sekolah menengah atas. Aku masih saja di bully oleh teman-temanku. Bahkan aku tidak pernah mendapatkan kebahagiaan di bangku sekolah, aku tidak bisa merasakan indahnya masa sekolah seperti layaknya remaja rasakan. Pernah pada saat mata pelajaran geografi, aku disuruh presentasi kedepan, dan guru geografi itu mengomentari gaya bicaraku.
“kamu jangan seperti cewek, Jadi cowok harus tegas!” ujar guru geografi.
Pada saat itu hatiku teriris, aku sedih, aku sadar dengan kondisiku, namun tidak bisakah guru tersebut mengucapkan kalimat yang lebih lembut lagi. Supaya aku tidak terlalu sakit mendengar kalimatnya. Pada saat itu aku mulai merasakan bahwa hidupku sendiri, tak punya kawan, tak ada yang membela bahkan tak ada yang mau melindungiku.
Di dalam keluarga aku hanyalah dianggap sampah yang tidak berguna, dan satu-satunya orang yang yang masih sayang padaku adalah adikku andini. Ia masih menghargai aku sebagai kakaknya, waktu masih kecil pada saat aku dipukuli ayah ia selalu menangis saat melihatnya, ia tak tega melihat kakaknya dipukuli seperti binatang. Pada saat itu ia masih berumur 7 tahun. Ia sempat mengatakan pada ayah supaya ayah tidak memukuliku lagi.
“Ayah...... jangan pukuli kak melki lagi ya?” ujarnya pada ayah.
Namun ayah selalu menjawab bahwa aku pantas untuk menerima semua itu.
“Kakakmu pantas mendapatkan semua itu. Biar dia kapok. Biar dia gak main boneka-bonekaan lagi. Biar dia sadar bahwa dia adalah cowok.”
***
Seperti biasa hari ini aku berangkat sekolah dengan menggunakan angkot. Ayah enggan mengantarkanku dengan mobilnya yang mewah, ayah hanya mau mengantarkan andini anak kesayangannya. Sedangkan aku disuruhnya untuk menggunakan jasa angkot, aku sudah faham dengan jalan pikiran ayah, mungkin ia malu buat mengantarkanku. Ia malu mempunyai anak bencong sepertiku, ntahlah tapi itu memang kenyataannya.
Aku berjalan menyusuri koridor ingin menuju kelas, namun aku dicegah oleh beberapa teman cowokku. Hendra dan kawan-kawannya. Ya mereka memang sering menggangguku, aku sudah biasa dengan mereka. Mereka sering membully ku tapi aku selalu sabar, aku tidak pernah mau melawan, karena aku tidak ingin mau bermasalah di sekolah. Sekarang mereka menyeret ku menuju toilet, entah apa yang mau mereka perbuat. Aku hanya bisa diam dengan apa yang diperbuatnya aku tidak mampu melawan karena tanganku dipegang oleh kedua temannya, dan tenaga ku tidak cukup kuat untuk melawan. Sekarang mereka melepas semua bajuku, hingga meninggalkan celana boxer ku saja. Mereka tertawa lepas bahkan mereka terlihat senang dengan apa yang telah mereka perbuat terhadapku, setelah itu mereka pergi dengan membawa semua bajuku. Aku hanya bisa duduk dan menangis, mengingat apa yang telah mereka perbuat terhadapku, mereka bahkan tidak punya perasaan kasihan terhadapku.
Sekarang aku hanya bisa duduk di toilet, menunggu semua siswa pulang, dan baru aku bisa pergi dari toilet ini, entah sudah beberapa lama aku berada disini, yang jelas aku sudah sangat lapar, karena dari tadi aku belum sempat makan. Ku dengar bel pulang berbunyi, kupastikan tidak ada orang lagi berada disekolah, setelah itu akupun keluar dan pulang dalam keadaan memakai celana boxer saja. aku pulang dengan perasaan sedih, aku hanya bisa menteskan air mataku. Aku sempat di bilang orang-orang gila karena karena keadaanku yang hanya mengenakan boxer saja.
Sesampainya aku dirumah, aku berlari menuju kamarku, dan kebetulan kedua orang tuaku sedang tidak ada dirumah, aku beruntung karena kalau aku ketahuan dengan ayah atau ibu pasti aku akan dipukuli habis-habisan karena melihat kondisi ku yang seperti ini.
***
Hari ini adikku andini ulang tahun, ulang tahunnya yang ke empat belas, aku berniat untuk membelikannya sebuah hadiah. Aku membelikannya dari hasil tabunganku sendiri, karena kalau aku minta pada ayah ataupun ibu pasti mereka tak pernah mau memberikannya. Aku pecahkan calengan yang bergambar ayam itu dan alhasil tabunganku cukup banyak. Cukup untuk membelikan sebuah hadiah yang disukai oleh andini. Ya andini menyukai boneka, apa lagi boneka itu besar, aku berniat untuk membelikannya sebuah boneka besar. Aku berharap ia akan senang dengan pemberian hadiahku. Jangan tanyakan aku. Aku memang suka boneka, namun semenjak ayah memarahiku waktu aku kecil dulu, aku sudah lama meninggalkan kebiasaanku bermain boneka, bahkan aku tak pernah menyentuhnya, aku takut ayah akan marah.
Aku sedang memilih boneka yang disukai oleh adikku, adikku suka dengan boneka beruang yang berwarna pink, sekian lama aku melihat-lihat akhirnya aku menemukannya. Boneka yang sangat besar, bahkan aku harus memeluknya pada saat aku membawanya. Dan ternyata harganya cukup dengan hasil tabunganku. Kemudian aku membayarnya dan membawa boneka itu pulang, dan tak lupa aku selip sebuah kertas yang bertuliskan “happy birthday adikku tersayang”.
Sesampainya dirumah dan ternyata orang tua ku sedang membahas tentang persiapan ulang tahun buat adikku nanti malam. Mereka kaget melihat aku membawa sebuah boneka yang sangat besar. Lalu pada saat itu aku menyadari bahwa ayah dan ibuku  sedang memelototiku dan aku tahu tatapan itu adalah tatapan marah.
“Lihat pa si melki, dia mulai lagi main boneka!!!” kata mamaku yang mulai marah.
Lalu ayahku langsung memarahiku, ayahku memukuliku lagi dengan ikat pinggangnya, ayahku membuang boneka itu keluar, ayahku bahkan tidak memberikan kesempatanku untuk berbicara, ayahku memukuliku sekeras mungkin, hingga punggungku, tanganku, dan kakiku semuanya merah. Bahkan aku sempat meminta ampun tapi ayahku enggan untuk berhenti hingga ia mengusirku dari rumah.
“pergi kamu dari rumah ini, aku tidak sudi punya anak sepertimu!!!”
Pada saat itu aku pergi dengan perasaan yang amat sangat sedih, aku tak tahu harus kemana, aku tak tahu kemana aku harus mengadu. Aku tak tahu kemana tempat aku berteduh, aku tak tahu kemana malam nanti aku harus tidur.
***
Andini sedang merayakan ulang tahunnya, terlihat banyak sekali para undangan yang datang, andini terlihat senang sekali, namun ia teringat sama kakaknya. Kakaknya tidak pernah menampakkan dirinya dari tadi. Ya andini memang tidak tahu kalau kakaknya sudah di usir oleh ayahnya, karena pada saat itu andini lagi main kerumah temannya.  Lalu andini menanyakan perihal kakaknya pada ayah.
“Ayah, ibu, Kak melki mana?” tanya andini
Terlihat kebimbangan pada ayah dan ibunya untuk memberitahukan pada andini bahwa kakaknya telah di usir.
“kakakmu udah di usir dari rumah, karena dia masih saja bermain boneka” kata ayahku.
“Ayah kok tega mengusir kak melki, bagaimanapun dia, mau dia bencong, banci, atau apalah tapi dia tetap kakak andini, anaknya ayah dan ibu!!.”  Kata andini
pada saat itu tidak sengaja andini melihatku yang sedang bersembunyi di pagar taman, karena aku tidak ingin melewatkan hari bahagianya, aku ingin melihat adikku merayakan hari ulang tahunnya, karena takut ketahuan oleh ayah maka aku hanya dapat melihatnya lewat pagar taman.
“Kak melki!!!!” teriaknya.
Akupun berlari keluar karena aku takut ayah akan mengetahuinya, aku takut ayah akan memukuliku lagi, andini terus saja mangejarku hingga, ia tidak sadar bahwa ada mobil yang sedang lewat dengan kencang hingga ia tertabrak dan nyaris membuat ia tak sadarkan diri. Aku mencoba menyadarkannya tapi ia tidak kunjung bangun, hingga akhirnya ibu dan ayah membawanya kerumah sakit.
“awas kalau terjadi apa-apa sama andini, kamu akan menyesal seumur hidupmu” kata ayah terhadapku.
Lalu merekapun pergi dan meninggalkan ku sendiri ditempat ini. aku bahkan tak diajak untuk membawa andini kerumah sakit. Hingga diam-diam aku pergi ke rumah sakit sendiri. Dan akhirnya aku sampai dirumah sakit tempat andini dirawat, aku tidak berani untuk masuk ke kamar andini, aku hanya bisa melihatnya dari balik jendela. Ia baru saja keluar dari kamar ICU, dan aku lihat perban di kening hingga matanya. Aku sempat bertanya pada dokter yang merawatnya, apa yang terjadi dengan matanya dan dokter mengatakan bahwa ia tidak akan pernah bisa melihat lagi, kecelakaan itu telah membuat ia kehilangan penglihatannya. Aku sempat syock mendengar hal itu, aku tak tahu apa yang harus ku lakukan.
***
Hari ini aku akan di operasi, aku akan mendonorkan kedua bola mataku terhadap andini, karena aku tak tega melihat adikku tak dapat melihat indahnya dunia. sebelum operasi ku dimulai, aku menulis sebuah surat untuk adikku dan kedua orangtua ku, karena aku akan pergi setelah operasi ini, aku tidak akan menemui mereka lagi karena aku tahu ayah dan ibu tak pernah menyukaiku. Setelah surat ini selesai ku tulis, aku memberikannya pada dokter untuk diberikan pada andini setelah tiga hari pasca operasi, tentunya setelah aku diizinkan keluar dari rumah sakit ini. Dan dokter sudah berjanji terhadapku, bahwa ia tidak akan memberitahu siapa yang akan mendonor matanya untuk andini.
Tiga hari telah berlalu, hingga andini sudah dapat melihat, ia bahkan terlihat sangat senang, kata dokter ia ingin bertemu dengan si pendonor matanya namun aku menolaknya, aku tidak ingin ia tahu bahwa akulah si pendonor itu. Hingga aku diizinkan untuk keluar dari rumah sakit ini, karena kondisiku sudah cukup membaik pasca operasi, namun tidak dengan mataku, semuanya terasa gelap, aku bahkan tidak hapal dengan jalan keluar rumah sakit, karena tak ada seorangpun yang mau membantuku, aku hanya diberikan tongkat sebagai alat untuk membantuku. aku tak tahu telah sampai dimana aku berjalan, aku hanya bisa mendengar suara klakson mobil yang terus bersuara dari arah yang  berlawanan, dan akhirnya tubuhku terasa melayang, aku bagaikan dihantam oleh benda yang sangat kuat, dan nyaris membuat aku tak sadarkan diri.
***
Sesuai dengan janjinya dokter memberikan surat yang aku tulis setelah aku keluar dari rumah sakit itu.
“Seorang pendonor tidak mau bertemu denganmu, namun ia menitipkan sebuah surat untukmu” kata dokter yang merawatnya.
Untuk adikku tersayang:
“gimana dek? Pasti sekarang kamu sudah sembuh ya? Pastinya dong? Anggap aja itu adalah pengganti kado ulang tahun yang pernah dibuang ayah. Kakak udah beli kamu hadiah, tapi ayah membuangnya karena ayah mengira boneka itu milik kakak. Dan sekarang adek gak perlu sedih lagi melihat kakak di pukul ayah, karena kakak akan pergi, kalau bisa kakak ingin menyusul nenek. Ma’af kakak tidak bisa menjagamu seperti layaknya kakak yang menjaga adiknya. Kamu jaga hadiah dari kakak jangan sampai rusak ya?”
Untuk ayahku:
“gmana yah? Ayah bisa tenang kan sekarang? Melki harap bisa, kan melki udah pergi, tidak akan ada lagi anak yang bikin ayah marah, tidak akan ada lagi anak yang bikin ayah malu, ayah tidak perlu capek lagi memukul melki. Suatu saat melki akan kangen dengan ikat pinggang yang pernah ayah pakai untuk memukul melki. Ayah... apakah ayah tahu melki ingin seperti anak yang lain yang selalu diantar oleh ayahnya ke sekolah, tapi ayah malu membawa melki dengan mobil mewah ayah itu, bahkan melki tidak pernah merasakan betapa enaknya naik mobil mewah ayah.”
Untuk ibuku tersayang:
“bu.... melki akan selalu kangen dengan omelan ibu, melki akan selalu kangen dengan masakan ibu. Bahkan melki akan selalu kangen dengan tempe goreng yang pernah ibu masak untuk melki. Melki bahkan tidak pernah merasakan enaknya ayam goreng masakan ibu. Ibu tahu ayam goreng adalah makanan kesukaan melki, namun tiap hari ibu masak tempe goreng untuk melki, hingga tempe goreng menjadi makanan favorite melki. Ibu enggan memasak ayam goreng untuk melki. Ibu hanya membuat secukupnya untuk ayah dan juga andini. Bu... apa ibu tahu aku ingin mencium tangan ibu pada saat hendak pergi ke sekolah. Tapi ibu tak pernah mau di pegang olehku. Aku sedih bu”
Andai kalian tahu bahwa aku tidak pernah membenci kalian semua, aku selalu sayang sama kalian semua. Aku hanya bisa menangis setiap malam dikamarku karena perlakuan kalian terhadapku. apa kalian tahu aku selalu di bully disekolah bahkan tak seorangpun yang mau berpihak padaku. Kini aku akan pergi jauh kalau bisa aku ingin menyusul nenek. Karena neneklah yang mau berpihak padaku.
Melki Saputra
Pada saat itu mereka mulai mencari melki, namun yang mereka temukan adalah jasad melki yang sudah berada dirumah sakit. Mereka bahkan sangat menyesal dengan apa yang telah mereka lakukan terhadap melki selama ini. dan sekarang melki sudah pergi dengan tenang, ia tidak akan pernah merasakan sakitnya dipukuli oleh ayahnya, ia tidak akan pernah lagi diomeli oleh ibunya, dan ia tidak akan pernah lagi merasakan bagaimana rasanya di bulli oleh teman-temannya. Dan melki sekarang sudah tenang berada di pangkuan neneknya disurga dan sekarang melki hanya tinggal sebuah kenangan.
Tuhan aku ingin merasakan kebahagiaan itu walaupun hanya beberapa menit saja, tapi kenapa engkau enggan memberikannya untukku”

SELESAI




cerpen kekasih tak di anggap



KEKASIH TAK DI ANGGAP
Aku sang mentari tapi tak pernah mampu menghangat kan mu....
Aku sang pelangi namun aku tak pernah mampu memberi warna di hidupmu...
Aku sang bulan tapi aku tak pernah menerangi malam mu...
Aku lah sang bintang yang hanya ditelan oleh kegelapan malam...
Dan aku.... Adalah kekasih yang tak pernah kau anggap.

***
Awalnya semua baik-baik saja, semua berjalan dengan indah, tidak ada yang mampu memisahkan aku dan dirinya, bahkan kami pernah berjanji akan sehidup semati, tidak akan pernah meninggalkan satu sama lain. Di pantai menjelang sunset tiba kami duduk diatas pasir sambil memandangi lautan yang sangat indah. kami duduk sambil berpegangan tangan dan tersenyum seakan bahagia sedang menyelimuti kami berdua, bahkan senyumnya menandakan bahwa ia sangat tulus mencintaiku.
“Aku berharap kamu tidak akan pernah bosan mencintaiku” kataku sambil memandanginya.
“Bagaimana aku bisa bosan. Bahkan aku selalu kangen dengan senyummu itu”. Katanya sambil memegang erat tangan ku.
Kemudian kami berdua tersenyum, aku sangat merasa bahagia dengan apa yang di ucapkannya pada ku. Aku berharap apa yang di ucapkannya saat ini tidak akan pernah ia lupakan suatu saat nanti.
Namaku Andini Safitri Brawijaya aku sekarang tengah duduk di kelas dua SMA, aku mempunyai tinggi 155 cm, kulitku bisa dibilang cukup putih, rambutku sepanjang bahuku dan aku dibilang sebagai cewek paling ramah di sekolah ini aku nyaris dibilang sebagai cewek sempurna, ya setidaknya itu yang dibilang oleh teman-temanku di sekolah.
Aku berasal dari keluarga yang cukup berada, ayahku bekerja di salah satu perusahaan swasta yang cukup terkenal di kota ku. Aku bangga mempunyai ayah seperti dia, ia sangat bertanggung jawab dengan keluarganya, ia adalah pahlawan di keluarga kami, ia banting tulang bekerja demi menghidupi anak dan istrinya, dan itu adalah ayahku, namanya Brawijaya. Ya namanya mirip dengan nama belakangku itu karena ayah sendiri yang memberikannya padaku, aku juga tidak tahu kenapa ia memberikan nama belakangnya padaku.
Sedangkan ibuku adalah seorang dokter spesialis kandungan, ibuku adalah ibu yang terbaik dari seluruh ibu-ibu yang ada di dunia. Walaupun ia sibuk dengan pekerjaan nya namun ia tidak pernah melupakan kodratnya sebagai seorang istri dari ayahku. Aku tak pernah merasa kekurangan kasih sayang dengan ibuku ini.
Dan yang terakhir adalah pacarku, namanya adalah Daniel Saputra ia cowok terkeren yang pernah kutemui, ia adalah salah satu dari tim basket sekolah kami, ia berkulit putih dengan tinggi 165 cm, dan yang pasti ia adalah cowok idola sekolah. Aku tak tahu kenapa ia bisa menyukaiku. Waktu itu di bawah pohon  sekolah yang sangat rindang aku sedang duduk melihat daniel yang sedang asyik latihan basket bersama teman-temannya, aku selalu duduk di sana pada saat Daniel lagi latihan, karena aku sangat menyukainya, dan aku selalu memperhatikannya.
Pernah bola basket mengenai ku pada saat aku sedang asyik memperhatikannya hingga membuat hidungku berdarah dan nyaris membuat aku pingsan, dan orang itu tidak lain dan tidak bukan adalah Daniel sendiri yang tidak sengaja yang melakukannya. Dan siapa sangka itu adalah awal perkenalan kami, semakin lama aku dan Daniel semakin akrab, bahkan hampir setiap hari kami menghabiskan waktu bersama, dan kami merasa ada yang aneh dalam diri kami, aku selalu merasa nyaman dengan Daniel, begitu juga dengan Daniel ia merasakan hal yang sama denganku. Dan kami baru menyadari bahwa itu merupakan sebuah rasa yang dapat dimilki oleh semua insan di bumi, rasa yang hampir semua orang pernah merasakannya, rasa yang akan selalu membuat seseorang menjadi lebih bahagia. Ya rasa itu adalah rasa cinta.
Hingga suatu hari Daniel menyatakan cintanya kepada ku, dan akupun menerimanya tanpa ada pertimbangan terlebih dahulu. Pada saat itu aku merasa sangat bahagia sekali, bahagia karena aku telah memiliki seseorang yang aku dambakan. Satu tahun lamanya kami menjalani hubungan ini tanpa ada sedikitpun pertengkaran antara aku dan dirinya, kami selalu berusaha untuk membahagiakan satu sama lain, karena itu adalah janji yang pernah aku dan dirinya ucapkan sewaktu di pantai, dan lautan yang menjadi saksinya.
Namun kebahagiaan itu hanya sebentar. Sekarang ia berubah, bahkan sangat berubah. Ia tak seperti dulu lagi, kami bahkan jarang bertemu. Pernah aku mencoba menghubunginya untuk ke pantai yang sering kami kunjungi, namun hasilnya, dia menolak ajakan ku mentah-mentah, pada saat itu aku mulai merasa bahwa ia sudah tak menyukai ku lagi seperti dulu, aku takut kehilangan dia, aku ingin selalu bersamanya karena aku merasa nyaman dengannya. Aku selalu berharap perasaan ku ini tidak benar dan aku berharap ia tidak akan pernah meninggalkan ku.
Kali ini aku duduk di pantai yang sering kami kunjungi bersama, aku sudah mengajak pacarku Daniel namun ia menolaknya, aku tidak tahu kenapa akhir-akhir ini ia menghindariku dan kami mulai merasa jauh. Aku menatap nanar ke depan, walau laut yang dipadu dengan sunset ini terlihat indah, namun keindahannya ini terasa hilang, karena tidak ada sosok Daniel yang membuatnya terlihat indah. Kemana Daniel yang dulu yang selalu ada disampingku? kemana Daniel yang selalu ada di saat aku membutuhkannya? Kemana dia? Jujur untuk sekarang ini aku sangat merindukannya. Sudah satu minggu aku tak melihatnya bahkan di sekolahpun aku jarang bertemu dengannya.
Ku edarkan pandanganku ke sekeliling pantai lalu aku menemukan dua orang pasangan, pria dan wanita. Mereka sedang asyik tertawa bergandengan tangan, bahkan mereka terlihat sangat gembira, dan rasanya aku mengenal pria itu. Ya sosok yang membuat aku merindunya selama satu minggu ini, itu adalah Daniel. Dia sedang asyik tertawa bersama sorang cewek yang ada di sampingnya dan aku sama sekali tidak mengenal orang yang telah membuatnya bisa tersenyum seperti yang terjadi sekarang ini. Aku tak tahu kenapa ia menolak ajakan ku untuk kepantai, sedangkan ia sedang berada di pantai bersama orang lain.
Awalnya aku mengira bahwa itu adalah temannya namun aku merasa ada yang aneh diantara mereka berdua, mereka layaknya seperti sepasang kekasih yang sedang dimabuk cinta, mulai dari rangkulan, candaan, bergandengan tangan, dan yang membuat aku kaget setengah mati mereka berciuman. Pada saat itu hatiku terasa sangat perih sekali, mataku mulai terasa memanas, hingga aku merasa bahwa mataku sudah mengeluarkan air mata. Aku tak tahu air mata yang ku keluarkan ini adalah air mata kekecewaan atau air mata kesedihan.
Aku tidak menyangka bahwa Daniel yang aku percaya selama ini ternyata ia tega menghianatiku. Inikah Daniel yang sesungguhnya? Kemana janji yang pernah ia ucapkan bersamaku, bahwa ia tidak akan pernah bosan untuk mencintaiku, bahwa ia tidak akan pernah bosan untuk melihat senyumku. Apakah kata-kata itu hanyalah sebuah omong kosong? aku tak tahu kenapa ia tega membohongiku, aku tak tahu kenapa ia tega mengingkari janjinya selama ini. aku tersenyum untuk beberapa saat, berusaha untuk kuat namun itu hanyalah sia-sia air mataku akhirnya jatuh juga. Aku tidak sanggup akan kehilangan sosok yang amat sangat aku cintai, aku benar-benar tidak sanggup.
Aku masih mematung melihat apa yang telah mereka lakukan jauh didepanku. Mereka sama sekali tidak mengetahui keberadaanku. Aku terus mengamati mereka hingga mereka pergi meninggalkan pantai. Aku masih syock dengan apa yang kulihat, aku tidak percaya semua ini, aku berharap bahwa sekarang ini adalah mimpi dan aku berharap seseorang akan membangunkan ku  dari mimpi ini. Namun semua ini nyata, semua ini memang benar adanya, dan semua ini bukan mimpi. Tuhan aku belum sanggup untuk kehilangan Daniel, orang yang sangat aku cintai selama ini. Tuhan berikan aku kekuatan untuk mempertahankan cinta yang telah aku bina selama ini.
***
Aku sekarang tengah berada di dalam kamarku berdiri di samping jendela, sambil memandangi bintang di langit, mereka begitu terlihat indah bahkan sangat indah, aku ingin seperti bintang itu yang tak kan pernah ditelan kegelapan malam, namun mengingat kejadian tadi sore, apakah aku mampu menjadi bintang itu, aku rasa tidak. Aku memang lah bintang namun bintang yang ditelan kegelapan malam. Namun kembali lagi aku menangis, aku menangis sambil memandangi bintang yang ada diatas sana,  aku tidak sanggup mengingat kejadian tadi sore. Aku melihat bintang yang sendirian, yang jauh dari bintang-bintang yang lainnya, ia terlihat indah namun ia sendiri, tak ada yang menemani. Aku rasa aku memang seperti bintang itu tak ada seorang pun yang menemani, tak ada daniel dan rasanya sangat sepi.
“apa itu aku” gumam ku sambil memandangi bintang yang sendiri.
“Daniel” kutuliskan namanya dengan jemariku tepat pada cermin yang ada di hadapan ku sekarang, supaya orang tahu bahwa sekarang ini aku tengah merinduinya, aku ingin bertemu dengannya walaupun hanya lima menit. Aku sangat merindunya. Malam ini aku menghabiskan waktuku hanya untuk menangis, katakanlah bodoh memang aku sangat bodoh untuk sekarang ini, katakanlah cengeng memang aku sangat cengeng untuk sekarang ini. Aku bodoh dan aku cengeng karenanya, hanya dia yang mampu membuat aku sebodoh ini, hanya dia yang mampu membuatku cengeng seperti ini, hanya dia.
Aku rebahkan diriku ke atas tempat tidurku berharap aku akan cepat lelah dan segera tertidur, berharap aku bangun dengan keadaan yang lebih segar dan berharap kesedihan ini akan segera hilang. Ternyata mataku sudah begitu sangat lelah, sangat lelah mengeluarkan air mata yang begitu banyak sehingga aku bisa terlelap untuk sekarang ini.
“Tuhan.... Biarkan lah aku menangis untuk malam ini, setelah itu aku akan mencoba untuk kuat dan takkan menangis lagi.”
***
Aku sudah menghubungi Daniel tadi pagi, dan ia bersedia untuk bertemu dengan ku. Aku sangat sulit untuk menghubunginya namun dengan perjuangan ku yang sangat gigih akhirnya aku bisa mengajaknya untuk bertemu hari ini. Aku mengajaknya untuk bertemu di pantai yang sudah lama tidak kami kunjungi bersama. Aku duduk diatas pasir sambil menunggu Daniel, berharap ia akan benar-benar datang hari ini. lima belas menit menunggu akhirnya ia datang, akhirnya aku bisa melihat wajah yang selama ini aku rindu, ia masih terlihat keren, wajahnya masih sama seperti dulu waktu pertama bertemu, namun tidak untuk senyumnya, senyumnya kini sudah hilang untukku. Aku tidak akan pernah bisa melihat senyum yang biasa ia perlihatkan pada ku karena sekarang senyum itu untuk sosok kekasihnya yang baru.
“katakan apa maumu sekarang” kata daniel yang sudah sampai di depanku. Bahkan ia tidak melihatku saat berbicara.
Untuk sejenak aku terdiam dan berusaha untuk tersenyum, kemudian ku tepuk pasir yang ada disampingku mengisyaratkan bahwa ia harus duduk disampingku. Ia menuruti apa yang aku isyaratkan.
“udah lama ya kita tidak seperti ini?” kataku sambil melihatnya.
“kita putus” katanya. Ia bahkan tidak melihatku saat mengucapkan kalimat itu.
“Setidaknya kau melihatku saat mengucapkan kalimat itu. Aku tidak akan marah, aku tidak tahu apa alasanmu mau meninggalkan ku, dan aku tidak ingin tahu alasannya. Tapi ingatkah kamu dengan janji yang pernah kau ucapkan padaku, bahwa kau tidak akan pernah bosan untuk mencintaiku” kataku yang berusaha untuk kuat. Berharap sekarang ini aku tidak terlihat seperti orang yang cengeng.
“Aku sudah tidak mencintaimu lagi. Bahkan aku sudah bosan denganmu dan aku rasa juga aku sudah melanggar janjiku, dan aku mohon padamu lepaskan aku”
Aku terdiam untuk beberapa saat, kemudian aku coba untuk menarik nafas sedalam-dalamnya berharap aku sanggup untuk menerima kenyataan ini.
“Baiklah. Aku akan melepasmu, tapi izinkanlah aku untuk bersamamu tiga hari kedepan, walaupun tiga hari itu kamu tidak pernah menganggap aku sebagai kekasihmu lagi. Setelah itu kamu boleh meninggalkan ku untuk selamanya, bahkan aku tidak akan menemui mu setelah itu.”
Daniel tidak menjawab pertanyaanku, terlihat kebimbangan di wajahnya. Namun aku terus mengusahakan supaya aku bisa bersamanya selama tiga hari kedepan.
“Kamu boleh tidak menuruti permintaanku yang bodoh ini. aku tahu kamu sekarang sudah punya pacar. Tapi aku janji aku tidak akan pernah mengganggu kalian berdua selama tiga hari itu. Yang aku inginkan adalah aku bisa melihat kebahagiaanmu bersama orang lain.”
Daniel tampak kaget dengan apa yang aku utarakan sebelumnya, mungkin dia berfikir, darimana aku bisa tahu bahwa di sudah punya kekasih.
“Namanya alexa, ia orang yang membuat aku jatuh cinta padanya. Dan ia adalah orang yang membuat aku dengan mudahnya untuk melupakanmu”
Daniel mengucapkan itu tanpa ada rasa bersalah sedikitpun,  tanpa ada keraguan sedikitpun.
“Semudah itukah?” Ia tidak menjawab pertanyaanku itu.
“Baiklah aku akan mengabulkan permintaanmu itu, tiga hari. Aku tidak yakin apakah kamu akan sanggup dengan tiga hari  itu.”
Kemudian ia beranjak pergi dari hadapanku, aku hanya bisa memandangi nya pergi sampai ia benar-benar menghilang dari hadapanku. sekarang hatiku benar-benar hancur aku resmi putus dengan orang yang sangat aku cintai, aku harus bisa memanfaatkan waktu tiga hari itu untuk melihatnya bahagia. Aku akan memanfaatkan waktu tiga hari itu untuk melihat senyumnya, melihat tawanya setelah itu aku bisa pergi dengan tenang dan  tidak akan mengganggunya lagi, bahkan aku tidak akan menemuinya.
Aku pandangi sang mentari yang terlihat begitu cerah di pantai yang indah ini, aku lihat ia mampu menerangi seluruh isi dunia ini, ia mampu menghangatkan seluruh semua insan di bumi ini. aku ingin seperti sang mentari yang mampu menghangatkan, tapi apakah aku mampu. Aku rasa tidak. Aku memang sang mentari tapi aku tak pernah mampu menghangatkannya. Aku tak pernah mampu menghangatkan sosok Daniel. Bahkan ia sekarang bersikap dingin terhadapku. Aku tidak mampu mencairkan sikap dinginnya itu. Dan aku tidak akan pernah mampu.
”Tuhan....  izinkanlah aku untuk melihat senyumnya... walaupun itu hanya sebentar.”
***
Katakan kepadaku haruskah jalan ini ku lalui. Tak bisakah waktu kuputar kembali saat kita masih bersama.”
Hari ini aku akan jalan bersama Daniel, lebih tepatnya kami akan jalan bertiga bersama kekasihnya yang baru. Ya, Daniel akan menepati janjinya ia akan mengizinkan ku untuk bersamanya selama tiga hari kedepan. Dan hari ini adalah hari pertama aku bersamanya, ku berharap hari ini aku bisa tersenyum melihat dia, aku berharap hari ini juga aku bisa membawa kenangan yang manis bersamanya. Dan aku selalu berharap akan hal itu.
Mereka telah menungguku di sebuah restoran yang terkenal dikota ku. Restoran ini di lengkapi dengan dekorasi-dekorasi yang sangat menarik dan di dominasi dengan cat warna putih. Di setiap meja di suguhi dengan bunga palsu di tengahnya semakin membuat pemandangan disini terlihat lebih indah. Ku edarkan pandanganku ke segala penjuru restoran, dan aku bisa menemukan Daniel yang sedang asyik bersuapan dengan pacarnya Alexa. Aku tidak tahu apakah aku sanggup bertahan lama didepan mereka, apakah aku sanggup melihat kemesraan mereka berdua, mereka bahkan tidak peduli dengan tatapan aneh orang-orang sekitar.
Aku berjalan menuju meja tempat mereka berada. Disana aku mulai berkenalan dengan pacarnya Daniel yaitu Alexa. Pacarnya Daniel bahkan sangat dewasa, dia jauh lebih sempurna daripadaku. Daniel bahkan terlihat sangat gembira pada saat itu, dan aku hanya bisa tersenyum melihat kebahagiaan yang terpancar dari wajahnya. Dan pada saat itu juga aku berdo’a pada tuhan supaya ia selalu bahagia, supaya tuhan tidak mengambil kebahagiaan nya itu. setelah perkenalan aku dan Alexa, aku bahkan tak diacuhkan lagi.
Mereka sedang asyik suap-suapan, bercanda bersama, dan tak menghiraukan keberadaanku. Aku bahkan hanya bisa melihat kemesraan mereka berdua. Dan pada saat itu juga mataku mulai berair, aku rapuh sekarang. Aku ingin marah, tapi aku tak tahu kepada siapa aku harus melampiaskan kemarahanku. aku beranjak pergi menuju toilet, disana aku menangis sejadi-jadinya, aku tidak sanggup lagi menahannya.
Entah berapa lama aku sudah berada di dalam toilet, aku sudah sangat lelah dengan hari ini, aku bahkan ingin mengutuk diriku sendiri, kenapa aku tak mampu membenci Daniel bahkan ia sudah menyakitiku. Aku bahkan sangat bodoh, aku rela melihat kemesraanya bersama orang lain demi mengobati rasa rinduku bersamanya. Daniel apakah dengan cara seperti ini aku harus mengobati rasa rinduku terhadapmu. Apakah dengan melihatmu bersama orang lain adalah cara terbaik untuk mengobati rasa rinduku padamu. Daniel, bahkan aku selalu berharap rasa cintaku terhadapmu segera hilang, supaya aku tidak tersakiti lagi olehmu, tapi kenapa itu sangat sulit bagiku. Kamu bahkan tak menggapku ada.
Aku pulang dengan perasaan yang sangat sedih aku bahkan tidak menghiraukan air mata yang telah menetes dipipiku, aku tidak meminta izin pada Daniel, karena menurutku itu percuma dia tidak akan pernah mau mengacuhkanku. Aku berjalan sendirian menerjang hujan, aku tak peduli dengan keadaan sekitar. Bahkan dingin yang merasuk kedalam tubuhku tidak terasa sama sekali. Aku tidak peduli kalau nanti aku akan sakit, aku tidak peduli kalau nanti aku akan demam. Karena penyakit itu tidak sebanding dengan sakit yang kurasa sekarang ini. Aku tidak peduli hal itu.
“Tuhan....... aku ingin berada di pangkuanmu sekarang, karena aku terlalu lelah dengan  hari ini.”
***
“Tuhan... kembalikanlah dia padaku karena aku tak sanggup berada jauh darinya”
Hari kedua bersama Daniel, kali ini kami akan pergi kepantai, yang sering kami kunjungi bersama pada saat aku masih bersamanya. Pantai ini tak pernah kehilangan keindahannya, ia selalu terlihat indah, selalu terlihat mempesona. Tapi pantai ini tidak mampu membuat hatiku yang hancur menjadi lebih baik, pantai ini tidak mampu mengobati rasa sakit yang kurasa. Alam seakan menertawaiku pada saat ini, alam bahkan tidak mengerti dengan apa yang kurasakan pada saat sekarang ini, alam bahkan hanya bisa tersenyum melihat kesedihanku. Sungguh sangat menyedihkan sekali.
Aku sedang mengekor di belakang Daniel dan Alexa. Katakanlah aku seperti seorang pelayan yang sedang mengikuti majikannya, seperti itulah aku sekarang. Daniel sedang merangkul Alexa, aku hanya bisa melihatnya merangkul Alexa dari belakang. Bahkan Daniel secara sengaja mencium Alexa di depan mataku, dia tidak peduli dengan perasaanku, aku tak pernah di anggap ada dimata Daniel. Aku berusaha kuat dengan semua ini, aku bahkan sekarang tidak menangis lagi,  pemandangan seperti itu sudah biasa aku lihat. Aku hanya memalingkan wajahku pada saat mereka berciuman, aku selalu memalingkan wajahku pada saat mereka berpelukan. Aku  hanya bisa tegar dengan semua ini, aku hanya bisa pasrah dengan semua ini. bahkan aku ingin berterima kasih pada tuhan karena sekarang ini aku masih diizinkan untuk melihat senyuman Daniel.
Sekarang kami tengah duduk diatas pasir sambil menunggu sunset tiba, Daniel sedang merangkul Alexa. Alexa sedang bersandar di dada Daniel, romantis sekali. Aku  duduk disamping mereka berdua. Aku hanya bisa melihat apa yang dilakukan Daniel terhadap Alexa, persis sama seperti yang dilakukan Daniel terhadapku dulu pada saat kami masih bersama. Aku dapat melihat senyum yang terpancar dari bibir Daniel, sebahagia itukah dia sekarang bersama Alexa, bahkan daniel tidak melihat kearahku sedikitpun. Aku tidak marah Daniel memeluk ataupun mencium Alexa, tapi dapatkah ia melihatku sedikit, walaupun hanya beberapa detik saja. Dapatkah ia tersenyum untukku walau hanya dalam beberapa detik saja. Tidakkah ada rasa cinta yang tersisa untukku sekarang, apakah cinta itu seluruhnya sudah diberikannya untuk Alexa.
Sekarang hari sudah mulai terasa gelap, matahari sudah membenamkan wajahnya dibalik awan. Dan tiba-tiba alam seolah menangis. Awan sudah mulai menitikkan air dan membasahi bumi ini. bahkan ia sudah mulai membasahi semua tubuhku begitu juga Daniel dan Alexa kami semua basah. Kami berlari  dan memilih untuk berteduh di sebuah rumah yang terdapat di pinggir pantai, pada saat itu tubuhku terasa sangat dingin sekali, aku bahkan sempat mengginggil karena angin pantai yang bertiup sangat kencang ditambah lagi hujan yang turun begitu sangat deras.
Aku silangkan tanganku pada kedua lengan berharap rasa dingin ini bisa hilang, namun usaha itu hanyalah sia-sia. Aku berharap Daniel meminjamkan jaketnya padaku, karena aku tidak sanggup lagi menahan dinginnya malam ini. Tapi Daniel malah memberikan jaket itu pada Alexa, aku kecewa dengan daniel bahkan tidak ada rasa perhatiannya sedikitpun terhadapku. Daniel,  apakah rasa cintamu terhadapku benar-benar sudah hilang, pada saat ini aku sudah benar-benar hancur. Tak ada lagi yang bisa ku harapkan pada Daniel. Ku rasa aku benar-benar harus bisa melepas Daniel, bahkan kalau bisa aku harus melupakannya. Aku memandang langit diatas sana sangat gelap. Tak terasa pipiku mulai terasa basah, ma’afkan aku untuk kali ini Tuhan, aku menangis lagi.
Tuhan....... hari ini engkau memberikan pelajaran yang berharga terhadapku, pelajaran yang tak pernah aku dapatkan di bangku sekolah. Yaitu belajar untuk ikhlas dan belajar untuk kuat. Terima kasih tuhan.
***
“Jelaskan kepadaku mengapa takdir ini yang terjadi. Saat ku mengerti artinya mencinta”
Hari ini adalah hari terakhir dimana aku akan bersama Daniel, hari terakhir dimana aku akan melihat senyumnya. Aku akan berterima kasih kepadanya karena ia banyak memberikan ku pelajaran tentang artinya mencinta, aku akan berterima kasih padanya karena ia memberikanku tentang arti ketegaran yang sesungguhnya. Aku akan berterimakasih padanya karena ia megajarkanku tentang arti kesetiaan sesungguhnya.
Aku sedang menunggunya di belakang sekolah di bawah pohon yang sangat rindang, aku duduk di sebuah kursi panjang yang terdapat disamping pohon tersebut. Lima menit aku menunggu akhirnya sosok itu datang, aku sengaja meminta ia datang sendiri karena hari ini adalah hari terakhir aku akan bersamanya, aku menyambutnya dengan senyum, namun ia tak membalas senyumku. Sekarang ia tengah duduk disampingku. Aku menatapnya lama, aku bersyukur karena aku masih diberi kesempatan untuk melihat wajahnya. Wajahnya masih sama seperti dulu, namun tidak untuk hatinya, hatinya tidak sama seperti dulu. Hatinya sudah menjadi milik orang lain.
“Terimakasih untuk hari terakhir ini” kataku memulai pembicaraan, namun ia hanya terdiam. Ia tidak melihat kearahku, ia hanya menatap nanar kedepan. Namun aku terus melihatnya saat berbicara.
“Terima kasih untuk senyuman yang kau berikan padaku selama ini, aku tak tahu bagaimana cara membalasnya. Terima kasih juga untuk kebahagiaan yang kau berikan padaku, aku bahkan tak pernah sebahagia ini saat bersamamu, terima kasih untuk tiga hari yang singkat ini, waktu tiga hari ini sangat berharga bagiku, namun sekali lagi aku tak tahu bagaimana cara  membalasnya. Terima kasih juga atas luka yang kau berikan pada ku, dengan luka yang kau berikan ini aku belajar tentang ketegaran, aku belajar untuk kuat, aku belajar arti kesetiaan yang sesungguhnya.” Tidak terasa mataku mengeluarkan air mata setelah mengucapkan kalimat-kalimat itu.
 Daniel, aku dimatamu seperti pelangi, namun aku tak memberi warna dihidupmu. Aku sang mentari tapi aku tak pernah mampu menghangatkanmu, aku sang bulan tapi aku tak pernah mampu menerangi malammu, daniel akulah sang bintang yang hanya ditelan kegelapan malam dan aku adalah kekasih yang tak pernah kau anggap, semoga dengan aku melepasmu kamu bisa lebih bahagia. Terima kasih Daniel. Aku selalu mencintaimu., aku berharap ini merupakan tangisan terakhirku, aku berharap dengan aku melepas Daniel aku tidak akan menangis lagi, tidak akan ada air mata lagi.
Aku beranjak pergi meniggalkan Daniel yang masih mematung dengan kalimat-kalimat yang ku ucapkan tadi, aku sudah bisa ikhlas sekarang, aku sudah bisa merelakan ia untuk bersama orang lain.
Aku bersandar pada dinding toilet dan menangis sejadi-jadinya aku menangis mengingat semua kenangan yang pernah aku jalani bersamanya. Kini kenangan itu akan ku simpan ke dalam memoriku dan takkan pernah kulupakan, kini daniel hanya tinggal sebuah kenangan dimataku. Tuhan.. ini tangisan terakhirku setelah ini aku tidak akan menangis lagi.
***


Aku harap kamu bisa bahagia setelah lepas dariku”
Aku sedang asyik memandang pelangi dari kamarku, pelangi itu sangat indah ia mampu memberi warna dan ia akan selalu terlihat indah dengan warnanya. Aku ingin seperti pelangi itu yang mampu memberi warna dihidup orang lain khususunya pada sosok Daniel. Namun aku hanyalah pelangi yang tak berwarna, aku tak mampu memberi warna di kehidupan Daniel.
 Sudah tiga hari aku putus dengan Daniel, dan ia tak pernah sedikitpun menghubungiku, bahkan aku tidak pernah bisa lagi membaca sms yang biasa ia kirimkan padaku, aku tidak akan pernah bisa mendengar suara indahnya lewat telfon genggamku lagi. Aku bahkan hanya bisa melihat fotonya lewat handphone bila aku kangen. Aku ingin selalu berterima kasih pada Tuhan karena aku masih diberikan kesempatan untuk melihat senyum Daniel, dan aku masih diberi kesempatan untuk bisa melihat fotonya lewat telfon genggamku.
Ku keluarkan handphoneku dari saku celanaku, dan aku dapat melihat wallpaper yang terpampang, dimana foto Daniel dan aku sedang berangkulan, dan terlihat kebahagiaan Daniel disana. Aku selalu  berharap Daniel akan selalu bahagia saat bersama Alexa. Dan aku berharap Alexa tidak akan pernah menghianatinya.
Aku terus memandangi foto itu dan aku merasa sesuatu telah terjadi dimataku, penglihatanku sudah tidak jelas lagi, ku kucek terus mataku berharap penglihatanku bisa terlihat jelas seperti sebelumnya, namun itu hanya sia-sia malah penglihatanku semakin kabur, begitupun dengan kepalaku, kepalaku terasa sangat  sakit sekali. Kepalaku bagaikan ditusuk dengan jarum, sakit sekali, aku sampai tidak sanggup untuk menahannya. Hidungku sudah mengeluarkan darah segar. Aku ingin berteriak minta tolong namun mulutku tidak sanggup untuk mengucapkan sebuah kata sedikitpun. Mataku semakin lama semakin terlihat gelap pendengaranku pun sudah mulai tidak jelas lagi. Hingga aku terjatuh dan tidak sadarkan diri.
***
Daniel sekarang terlihat sangat murung sekali, karena ia baru menyadari bahwa kekasihnya Alexa tega menghianatinya. Ia tidak sengaja melihat Alexa sedang berciuman di sebuah cafe dengan kekasih barunya. Ia berfikir bahwa itu merupakan karma yang diberikan tuhan  untuknya. Kali ini ia ingin meminta ma’af pada Rini atas semua yang dilakukannya. Ia ingin balikan dengan Rini, karena Rinilah satu-satunya orang yang setia terhadap Daniel, karena Rinilah satu-satunya orang yang mampu menyayanginya sampai akhir hayatnya.
Ia sekarang menuju kerumah Rini. Karena ia sudah begitu kangen dengan mantan kekasinya itu. kekasih yang selalu setia bersamanya selama satu tahun itu, walaupun ia terus menyakiti hatinya namun ia masih tetap mencintai Daniel. Cinta Rini memang begitu besar terhadap daniel, ia tak pernah membenci Daniel sedikitpun. Cinta Rini memang sangat kuat terhadap Daniel, walaupun ia harus menahan sakitnya saat melihat kekasihnya bersama orang lain namun ia masih tetap mancintai sosok Daniel itu.
Ia sudah sampai dirumah Rini, rumah Rini begitu besar bahkan rumah nya dikelilingi dengan bunga-bunga yang sangat indah, rumanhnya di dominasi dengan cat warna putih, dan coklat. Terlihat sangat mengagumkan. Diketuknya pintu rumah itu, terlihat wanita yang umurnya kira-kira sudah empat puluh tahun menyembutnya dengan senyum. Ia menyambut Daniel dengan sangat sopan, bahkan wanita itu sudah mengenal sosok Daniel. Karena Rini sudah beberapa kali mengajak kerumahnya. Ia mempersilahkan Daniel untuk duduk,  wanita itu bahkan sangat ramah sekali terhadap Daniel, ya wanita itu tidak lain dan tidak bukan adalah ibunya Rini.
“Rini nya mana tante?” tanya Daniel saat di persilahkan duduk oleh ibunya Rini, dan ia tidak mendapati sosok Rini dari tadi.
Terlihat raut wajah sedih pada wanita itu, ia sangat berat untuk mengatakannya pada Daniel. Dan ia mulai menangis saat menceritakan hal itu.
“Rini sudah meninggal satu bulan yang lalu” kata wanita tua itu.
Daniel tampak kaget mendengar hal itu, ia seolah belum siap menerima kenyataan itu. ia belum meminta ma’af pada Rini. Ia bahkan belum memberikan kebahagiaan sebelum ia pergi. Daniel bahkan sempat mengeluarkan air mata pada saat mendengar kenyataan itu.
“Dia menderita penyakit kanker otak, bahkan sudah stadium tiga, ia sempat menitipkan ini pada ibu untuk diberikan padamu saat dirumah sakit, katanya itu punya mu dan sangat penting.”
Daniel menerima sebuah buku berwarna hitam yang berebentuk diary. Daniel sempat heran kenapa Rini mengatakan buku itu miliknya, bahkan ia tak pernah meminjamkan bukunya pada Rini, namun apapun itu, dia merasa itu merupakan hal penting untuknya.
Daniel sekarang sedang berada didalam kamarnya dan membaca sebuah diary milik Rini. Dibukanya lembar demi lembar  buku itu. Di halaman pertama terdapat foto dia dan Rini yang sedang berada di sebuah pantai favorite nya. Daniel dan Rini sangat bahagia kala itu. Di bukanya halaman berikutnya disana adalah curahan hati pertamanya untuk daniel.
21 januari 2012
Daniel saat kau membaca tulisan ini, ku harap kamu sedang berbahagia bersama alexa. Aku tidak mau melihat kamu bersedih saat bersamanya. Kalau kamu bersedih aku tidak akan tenang. Daniel taukah kamu bahwa aku di diagnosa mengidap penyakit kanker otak, pada saat itu kamu sedang bahagia-bahagianya bersama alexa, jadi aku enggan menceritakan hal ini padamu. Padahal saat itu aku butuh tempat curhat, aku butuh support darimu, namun aku malah mendengar kata putus darimu. Menyedihkan bukan?  Daniel aku memintamu untuk bersamaku selama tiga hari, itu ku lakukan supaya aku bisa melihat kebahagiaanmu. Dan setelah itu aku mungkin bisa pergi dengan tenang.
22 januari 2012
Daniel saat kau membaca tulisan ini, ku harap kamu sedang dalam keadaan sehat, aku tidak ingin kamu sakit. Daniel taukah kamu bahwa ini hari pertama kita jalan bersama setelah permintaanku itu, namun aku merasa pada saat itu kau tak mengacuhkan ku sama sekali. Daniel pada saat itu aku pertama kali merasakan sakit karena cinta, lebih sakit dari penyakit yang kurasa saat ini. Daniel pada saat itu aku pergi karena aku tidak sanggup melihat kemesraan kalian berdua. Aku berharap kau mengejar ku pada saat itu, namun kau lebih memilih bersamanya daripada mengejarku.
23 januari 2012
Daniel pada saat kau membaca tulisan ini. ku harap kamu sedang tersenyum bersama dengan orang tersayang. Daniel hari ini adalah hari kedua aku bersamamu. Pada hari ini kita berjalan kepantai, tentunya bersama alexa juga. Daniel taukah kamu pada hari itu aku merasa sangat sedih sekali. Pada hari itu hujan turun dan aku kedinginan bahkan aku sempat mengginggil karena angin pantai ditambah dengan hujan yang sangat deras. Aku berharap pada hari itu kau meminjamkan jaketmu padaku tapi kau malah memberikannya pada alexa. Aku menahan rasa sedihku kala itu, ingin aku marah tapi aku tak tahu harus marah sama siapa.
24 januari 2012
Daniel pada saat kau membaca tulisan ini kuharap kamu sedang tertawa bersama orang-orang yang tersayang. Daniel tahu kah kamu bahwa pada hari ini adalah hari terakhir aku akan melihatmu, hari ini aku akan melepasmu untuk selamanya, bahkan aku tak akan mengganggumu lagi. Hari ini aku banyak berterima kasih padamu, terima kasih untuk kebahagiaan yang kau berikan selama ini. Terima kasih atas goresan luka yang kau berikan padaku, itu cukup membuat aku tegar, dan cukup untuk membuat aku kuat. Daniel pada hari ini aku ingin sekali mendengar suaramu untuk terakhir kalinya tapi kamu malah diam dan lebih memilih untuk mendengar aku yang berbicara. Dan akupun pergi karena kamu tak kunjung berbicara.
15 februari 2012
Daniel pada saat kau membaca tulisan ini aku harap kau sedang bersama orang yang kau sayang. Daniel tahukah kamu bahwa pada hari ini aku masuk rumah sakit. Aku tidak suka tempat ini, ingin rasanya aku pergi. Tapi tubuhku tidak cukup kuat.
16 februari 2012
Daniel taukah kamu bahwa kepalaku sekarang botak karena rambutku mudah sekali rontok. Aku kehilangan rambutku dan membuatku terlihat jelek dan aku tidak secantik dulu. Daniel taukah kamu hari ini aku ulang tahun, aku selalu berharap kau akan mengucapkan kata anniversary lewat sms. Tapi beberapa kali aku melihat handphoneku dan tak kunjung jua aku mendapatkan sms darimu. Aku sedih.
17 februari 2012
Daniel ini tulisan terakhirku, kurasa aku tidak sanggup lagi untuk menulis. Tubuhku melemah, jemariku juga tidak sanggup lagi untuk memegang sebuah pena, otakku tak mampu lagi untuk berfikir. Dan sekarang aku hanya bisa tertidur dan menunggu ajal menjemputku. Terima kasih untuk semuanya. Semua yang kau berikan padaku takkan pernah aku lupakan.
Akhirnya daniel tahu maksud Rini ingin memberikan buku ini padanya. Supaya daniel tahu bahwa Rini selalu mencintainya, bahwa Rini tidak pernah benci pada daniel. Daniel tidak menyadari bahwa matanya sudah mengeluarkan air mata. Ya daniel menangis, ia menyesal telah membuat Rini menderita selama ini, ia menyesal karena telah mengingkari janjinya pada Rini, bahwa ia tidak akan pernah bosan bersama Rini bahwa ia akan membuat Rini selalu bahagia. Daniel menangis sejadi-jadinya berharap keajaiban itu ada, dan berharap Rini kembali bersamanya dan ia akan berusaha untuk membahagiakan Rini, namun penyesalan selalu terjadi di akhir. Rini tidak akan pernah kembali lagi, Kini Rini sudah tenang di alam sana. Dan kini Rini hanyalah tinggal sebuah kenangan.
Tuhan.... andai waktu bisa aku beli, maka aku akan membelinya. Aku akan membelinya untuk bisa bersamanya, walaupun hanya untuk lima menit.”
SELESAI....